Ahad 08 Dec 2019 17:29 WIB

IKA UPI Dorong Tunjangan Khusus Guru Daerah Sangat Terpencil

Harus ada perubahan sistem honor dan gaji bagi guru di daerah 3T.

Rep: Arie Lukihardianti / Red: Agus Yulianto
IKA UPI mendorong pemerintah untuk memberikan tunjangan khusus bagi guru di daerah 3T.
Foto: Foto: Arie Lukihardianti /Republika
IKA UPI mendorong pemerintah untuk memberikan tunjangan khusus bagi guru di daerah 3T.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerataan guru di daerah terpencil hingga saat ini menjadi salah satu masalah di Jabar. Pasalnya, masih ada sekolah yang hanya memiliki satu guru.

Oleh karena itu, menurut Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Pendidikan Indonesia (Ketum IKA UPI), Enggartiasto Lukita, pihaknya mendorong pemerintah agar memberikan tunjangan khusus bagi para guru yang mengajar di daerah sangat terpencil, terluar atau tertinggal (3T).

"Distribusi guru juga menjadi salah satu masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan kita, khususnya aspek tenaga pendidik atau pengajar. Pendistribusian yang tidak merata ini harus dicari sebabnya," ujar Enggartiasto Lukita seusai membuka Seminar Nasional "Revitalisasi Profesionalisme Guru" di Balai Pertemuan UPI Kota Bandung, akhir pekan ini.

Enggar mencontohkan, tidak meratanya pendistribusian guru juga bisa ditemukan di Provinsi Jawa Barat, seperti di Kabupaten Subang yakni ada sekolah yang hanya memiliki satu orang guru.

"Jadi dia mengajar semua kelas mata pelajaran," katanya. 

Namun, kata dia, di kota besar, begitu banyak gurunya. Ini harus dicari sebabnya yaitu siapa yang mau ditempatkan di daerah terpencil, dengan penghasilan yang tidak sama atau mungkin lebih rendah.

Oleh karena itu, kata Enggar, harus ada perubahan sistem honor dan gaji bagi guru yang ditempatkan untuk mengajar di tempat sangat terpencil.

"Ada istilah dalam kepegawaian itu data sharing. Mereka ditempatkan di daerah terpencil tapi ada tunjangan khusus," ujar Mantan Menteri Perdagangan ini. 

Dalam seminar tersebut, kata Enggar, membahas tentang revitalisasi profesionalisme guru memang perlu diprioritaskan. Apalagi, sumber daya manusia menjadi fokus pembangunan periode kedua Presiden Jokowi.

Menurut pengamatannya, peran guru memang perlu dimaksimalkan dalam menghidupkan proses belajar mengajar. Karena, selama ini beban guru terlalu disibukan dengan persoalan di luar tugas intinya. 

"Hal seperti ini perlu mendapatkan pembenahan dari Mas Menteri Nadiem. Terlalu banyak persoalan seperti mendapatkan beban administrasi, sehingga waktu mengajar guru jadi tersita," katanya.

Sementara menurut Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Asep Kadarohman, aspek  "panggilan jiwa" harus menjadi bahan penilaian terkait upaya perbaikan kualitas guru sekolah di bawah era Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem A Makarim.

Langkah tersebut, kata dia, diharapkan bisa menjawab persoalan ketidakmerataan sebaran atau distribusi guru dalam mengajar di Indonesia. Masalah dedikasi yang menjadikan kecenderungan tenaga pengajar enggan ditempatkan di daerah khusus, aspek panggilan jiwa ini yang perlu jadi penilaian.

Asep mengatakan, seorang guru tidak sebatas mempunyai kemampuan mengajar dan profesi mulia tersebut berkaitan dengan persoalan "hati" pula yakni bahwa penempatan guru di daerah terpencil mesti diimbangi insentif.

Menurut Ketua IKA UPI Komisariat Departemen Pendidikan Sejarah Prof Dr Dadan Wildan Anas, berdasarkan hasil seminar yang dihadiri ribuan guru, ada beberapa rekomendasi terkait guru yang akan diserahkan pada Menteri Pendidikan. Semua peserta seminar sepakat, dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru, diperlukan beberapa hal:

a. Revitalisasi profesionalisme guru yang lebih mengarah pada pengembangan kompetensi guru secara lebih merdeka, terarah, teratur dan berkelanjutan dengan melibatkan dan memberdayakan organisasi profesi guru yang ada.

b. Mengembalikan posisi Guru agar lebih merdeka, sejahtera, dan bermartabat dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dengan mengubah peraturan perundang-undangan. .

c. Program pengembangan kompetensi guru dijalankan melalui jalur organisasi profesi guru dan MGMP dengan pemberian kewenangan penuh pada organisasi profesi guru dan MGMP sebagai pengelola langsung program disertai oleh sinkronisasi program antar lembaga dalam pelaksanaan program peningkatan kompetensi guru.

d. Fasilitasi pelatihan guru secara merdeka. Guru diberikan kebebasan untuk memilih dan mengikuti pelatihan sesuai skala prioritas kebutuhan peningkatan kapasitas kompetensinya, terutama fokus pada perubahan  mindset guru.

e. Pemberian bea siswa bagi guru-guru berdedikasi dan bertugas di daerah yang terkategori tertinggal, terluar, atau terdepan melalui mekanisme terbuka, merata dan berkeadilan.

f. Hilangkan batasan usia guru untuk mengikuti kegiatan peningkatan profesionalisme guru atau bea siswa karena semua guru memiliki hak yang sama, tidak hanya bagi yang usia di bawah 40 tahun.

g. Menempatkan dan mengembalikan guru sebagai profesi mulia baik dari sisi kesejahteraan dan kesempatan mendapatkan pengembangan kompetensinya.

Terakhir, kata dia, untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru hendaknya dana BOS dan TPG tidak boleh terlambat, kenaikan pangkat tidak dipersulit, izin belajar guru dipermudah, dan perlunya penyatuan pengelolaan guru pada jenjang pendidikan dan dasar dan menengah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement