Selasa 16 Apr 2019 16:58 WIB

Si Kulit Bundar Penyatu Perbedaan

Sepak bola dijadikan 'alat' mendekatkan para warga oleh Kawan SLI Dompet Dhuafa.

Anak-anak Desa Engkerengas memiliki kesamaan yakni hobi bermain sepak bola.
Foto: Dompet Dhuafa
Anak-anak Desa Engkerengas memiliki kesamaan yakni hobi bermain sepak bola.

REPUBLIKA.CO.ID, KAPUAS HULU -- Perbedaan merupakan hal yang lumrah dalam kebersamaan. Layaknya pelangi, ia terlihat indah karena perbedaan aneka warna yang menyusunnya. Tapi sayang, sering kali perbedaan malah membuat masyarakat “terkotak-kotak”. Ironis, padahal dalam Alquran Surat Al-Hujurat Ayat 13, Allah SWT sudah menjelaskan bahwa perbedaan dalam kehidupan adalah sunnatullah.

Fenomena tersebut pun menjadi fokus Afif Mustofa, Konsultan Relawan Sekolah

Baca Juga

Literasi Indonesia (Kawan SLI) yang bertugas di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Awal ia menginjakkan kakinya di Desa Engkerengas, Kecamatan Selimbau, Afif merasakan warga di sana hidup dengan berkubu-kubu. Saling menggunjing dan menyalahkan antarpihak menjadi hal biasa.

“Persoalan ketidakpuasan terhadap pemerintah desa, jadi kasus paling besar yang menyumbang ketidakharmonisan masyarakat desa sini,” ungkap Afif.

Namun Afif mengaku, di balik hubungan tak harmonis itu, warga Desa Engkerengas

merupakan masyarakat yang ramah dan terbuka kepada pendatang baru. “Hubungan sosial saya pribadi dengan masyarakat desa tak menemui kendala, sebab pada dasarnya mereka memiliki sikap terbuka dan memuliakan tamu. Tak jarang sehari-hari masyarakat silih berganti memberikan lauk maupun cemilan kepada saya. Bahkan di sini saya punya orang tua angkat, Pak Marzuki namanya,” paparnya.

Afif telah tinggal bersama masyarakat Desa Engkerengas sejak Agustu 2018 lalu.

Sehari-hari Afif bertugas di MTs Attaqwa Fillial Engkerengas yang terletak di desa tersebut, untuk melaksanakan program Sekolah Literasi Indonesia (SLI) di sana. Program yang digagas oleh Dompet Dhuafa Pendidikan (DD Pendidikan) itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas sekolah dan kualitas pembelajaran dengan pendekatan literasi.

Tidak hanya di tempat Afif bertugas, program ini juga berjalan di 16 wilayah Indonesia lainnya.  Pada setiap wilayah tersebut, bertugas satu orang Kawan SLI seperti Afif.

Tak hanya fokus di sekolah saja, Afif juga diberikan tugas tambahan untuk

memberikan kemanfaatan kepada masyarakat di sekitarnya. Hal itulah yang coba dilakukan Afif kepada warga Engkerengas, yaitu mencari cara untuk mengharmoniskan kehidupan mereka.

“Ada satu hal yang membuat semua warga tergila-gila, yaitu permainan sepak bola. Di sini tak memandang wanita dan pria, anak-anak sampai kakek-kakek sering membahas

permainan ini. Untuk membaur dengan masyarakat sini, cukup pandai bermain bola dan

tahu seluk beluk permainan ini,” ujar Afif.

Sarana inilah yang kemudian dipakai Afif untuk “mendekatkan” para warga. Pada

tiga bulan pertama, Afif berupaya mengadakan pertandingan futsal tingkat desa.

Pendaftarnya lumayan banyak. Saat pertandingan digelar penontonnya sungguh ramai,

bahkan banyak pedagang dadakan di sekitar arena futsal.

photo
Anak-anak Desa Engkerengas bermain sepak bola.

“Sorak-sorai penonton riuh sekali. Tua muda, baik wanita maupun pria, semuanya turun. Tak jarang gelak tawa pecah membahana jika ada salah satu pemain yang terjatuh. Semua larut dalam kegembiraan, lupa akan segala perbedaan dan peselisihan,” kenang Afif.

Itulah kehebatan si kulit bundar, mampu menyatukan masyarakat Desa Engkerengas.

Jika ditanya, anak-anak terutama yang laki-laki, kebanyakan bercita-cita menjadi pemain sepak bola terkenal.

“Saya terinspirasi untuk mengadakan latihan sepak bola sekali sepekan

setiap usai salat Asar. Sebenarnya saya tak pandai dan tak tahu banyak teknik permainan ini, tapi bisa disiasati dengan belajar dari Youtube, saya juga membeli buku teknik-teknik dasar bermain sepak bola. Melihat antusiasme anak-anak saat latihan, membuat saya malu sendiri jika menyia-nyiakan semangat mereka,” kata Afif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement