Selasa 19 Mar 2019 19:14 WIB

Kisruh Tesis dan Disertasi LIPI yang Hilang

Tesis dan disertasi yang dilakukan weeding belum dilakukan digitalisasi.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Esthi Maharani
LIPI
LIPI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) belakangan ini tengah diterpa banyak polemik, mulai dari reorganisasi dan yang terakhir tuduhan bibliosida terhadap sejumlah tesis dan disertasi. Sebelumnya, sempat beredar kabar puluhan ribu tesis dan disertasi dari ilmuwan Indonesia tersebut dimusnahkan.

Pemusnahan tersebut adalah proses weeding atau penyiangan. Proses ini memang adalah hal biasa terjadi di perpustakaan. Buku-buku yang dinilai sudah tidak relevan dikeluarkan dari perpustakaan.

Baca Juga

Dalam weeding, berbagai penilaian dilakukan. Penilaian pertama adalah apakah buku tersebut digunakan atau tidak. Kedua, apakah kondisi buku sudah tidak dalam kondisi baik atau rusak. Kriteria ketiga, perlu diketahui mutakhir atau tidak buku tersebut.

Maksud buku tersebut mutakhir atau tidak adalah ketika buku dapat digantikan. Contohnya antara lain, buku bidang geografi yaitu dalam waktu lima sampai tujuh tahun dapat digantikan, atau buku komputer yang masa mutakhirnya selama tiga tahun.

Namun, berdasarkan informasi dari staf dan profesor LIPI, buku tersebut dilakukan weeeding tanpa koordinasi yang jelas. Sebab, sejumlah staf tidak mengetahui hal tersebut. Salah satunya adalah Darto. Ia mengatakan, ketika tiba untuk bekerja, tesis dan disertasi yang biasa ia urus sudah tidak ada. Diperkirakan kejadiannya pada 9-10 Februari 2019.

"Kalau punya anak dicolong, sedih enggak? Istilahnya diambil tanpa permisi, itu hanya tesisnya, belum jurnal terjilid," kata Darto menceritakan pengalamannya.

Sementara itu, Peneliti Senior LIPI, Asvi Warman Adam mengatakan, pihaknya telah mengkonfirmasi pada Plt Kepala Pusat Dokumentasi dan Data Ilmiah (PDDI) LIPI, Hendro Subagyo soal pengangkutan tesis dan disertasi. Asvi menjelaskan, pengangkutan dilakukan di luar hari kerja sebab persoalan ganjil genap.

"Lalu kenapa malam hari? Dijawab (oleh Hendro) karena truk enggak bisa masuk Jalan Gatot Subroto siang hari. Jadi artinya itu sudah dkonfirmasi, bahwa memang itu dibawa keluar dengan truk pada hari libur dan pada waktu malam," kata Asvi.

Proses pengangkutan tersebut menurut Asvi dan sejumlah profesor yang hadir untuk mengkonfirmasi salah satunya mantan Kepala LIPI, Lukman Hakim, cukup mencurigakan. Apalagi informasi soal penyiangan tersebut tidak diketahui staf lain.

Asvi juga mengatakan, tesis dan disertasi yang dilakukan weeding belum dilakukan digitalisasi. Para ilmuwan yang menitipkan tesis dan disertasi milik mereka ke PDDI kemudian merasa resah sebab harus kembali ke universitas tempat mereka membuat tesis ataupun disertasi yang kebanyakan ada di luar negeri.

"Saya bicara tentang tesis dan disertasi, kan memang ada di universtias tapi kan tidak mungkin diakses secara online. Persoalannya, apakah kita akan datang ke sana, universitas di luar negeri itu?" kata dia.

Dikatakan juga, ruangan bekas tesis dan disertasi akan digunakan untuk ruang kerja dan menyimpan administrasi lain. Menurut Asvi, hal itu aneh sebab selama ini ruangan tersebut sudah menjadi tempat khusus penyimpanan tesis dan disertasi.

Sementara itu, menurut Plt Kepala Pusat Dokumentasi dan Data Ilmiah (PDDI) LIPI, Hendro Subagyo semestinya, proses penyiangan tersebut dilakukan setiap tahun sekali. Namun, PDDI LIPI selama tiga tahun terakhir sejak 2015 tidak pernah melakukan weeding. Oleh sebab itu, proses weeding harus dilakukan sesuai dengan ketentuan.

"Jadi memang kita lakukan weeding, peyiangan. Jadi proses weeding kan kita mulai sejak Maret-April 2018. Pemikiran itu sudah mulai sejak 2017. Cuma selama ini kita tidak melakukan SOP yang kita tetapkan sendiri terkait weeding," kata Hendro menjelaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement