Selasa 05 Mar 2019 17:56 WIB

Guru Esa, Status Sukarela tak Surutkan Semangat Pengabdian

SD tempat Esa mengabdi merupakan satu dari sekolah penerima manfaat program SLI.

Giri Esa salah satu guru honorer yang tak lelah mengabdi.
Foto: Dompet Dhuafa Pendidikan
Giri Esa salah satu guru honorer yang tak lelah mengabdi.

REPUBLIKA.CO.ID, BIMA -- Kesejahteraan guru masih menjadi isu yang hangat diperbincangkan di negeri ini. Dikotomi guru hononer atau guru sukarela dengan guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau guru tersertifikasi masih memunculkan gap kesejahteraan yang menganga lebar.

Ironisnya, sertifikasi dan status PNS hari ini hanya bicara sampai wilayah materi, belum menjamah kualitas dan dedikasi. Sebuah anomali terjadi di pelosok Nusa Tenggara Barat sana. Adalah Guru Esa, seorang guru honorer di SDN Inpres Tenga, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Baca Juga

“Status Bu Esa yang masih guru sukarela tidak menyurutkan niat dan tekadnya untuk

tetap menjadi pendidik yang berdedikasi, demi siswa di SDN Inpres Tenga,” cerita Neneng Sri Fardillah. Neneng bertugas sebagai Konsultan Relawan Sekolah Literasi Indonesia (Kawan SLI) untuk Kabupaten Bima.

SDN Inpres Tenga tempat Esa mengabdi adalah satu dari 54 sekolah penerima manfaat program SLI. Program ini dilaksanakan oleh Dompet Dhuafa Pendidikan (DD Pendidikan) di 18 wilayah Indonesia.

SLI bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan kualitas sekolah itu sendiri dengan pendekatan literasi. Kawan SLI adalah ujung tombak yang memastikan program terimplementasi dengan baik di sekolah. Selama satu tahun mereka bertugas di wilayah penempatan dan mendampingi sekolah setiap harinya.

Bulan ini merupakan bulan keenam Neneng berada di Kabupaten Bima. Gadis berdarah Bugis Bone Sulawesi Selatan ini tertarik dengan profil Guru Esa setelah melihat totalitasnya untuk sekolah tanpa memandang status kepegawaiannya sekarang.

“Bu Esa ini Wali Kelas 2 yang juga merangkap sebagai operator sekolah. Beliau sudah mengabdi selama 13 tahun di sekolah ini. Tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga mengurus segala administrasi sekolah. Namun beliau tidak pernah sedikit pun mengeluh akan tugas yang ia emban itu,” ujar Neneng.

Neneng juga menuturkan bahwa Kepala Sekolah tempatnya bertugas juga mengapresiasi kinerja Guru Esa. “Kemarin setelah pelatihan guru di sini, Pak Kepala Sekolah mengapresiasi kedisiplinan Bu Esa. ‘Ibu Esa ini adalah guru yang paling awal datang ke sekolah dan paling terakhir pulang’, begitu kata Pak Kepala Sekolah. Dalam hati saya sepakat dengan Pak Kepala bahwa Bu Esa ini memang betul-betul mengabdi dengan sepenuh hati, bukan karena materi apalagi hanya sekedar pujian,” ujar Neneng.

Namun di sisi lain, Neneng pun mempertanyakan kesejahteraan Guru Esa. Statusnya yang masih guru sukarela pastilah hanya memberinya sekian ratus ribu rupiah saja, itu pun setiap tiga bulan sekali.

“Saya yakin ada puluhan ribu guru yang mengalami nasib seperti Esa, menapaki hari dalam keprihatinan dan beratnya beban hidup. Mereka bukannya tidak berusaha

ya, tapi memang beban mereka juga tidak ringan. Saya sepakat, kesejahteraan memang bukan segalanya, tapi membuat mereka tenang dalam menjalankan tugas juga tetap harus dilakukan,” kata Neneng.

Meski demikian Neneng meyakini bahwa seperti halnya Guru Esa, teman-teman guru yang senasib dengannya juga akan melakukan hal yang sama dengan Guru Esa. Di ruang-ruang kelas, banyak guru yang tetap harus meyungging senyum terbaik untuk murid-muridnya padahal hati sedih pikiran runyam memikirkan uang kontrakan atau tagihan listrik yang tertunggak. Semoga ke depan kesejahteraan guru dapat lebih diperhatikan agar para guru bisa lebih semangat dalam menjalankan amanahnya tanpa memandang status mereka.

Sebagai pamungkas, Neneng mengungkapkan bahwa mereka yang berprofesi menjadi guru memang memilih profesi itu. Bukan karena tak dapat pekerjaan di tempat lain. “Menjadi guru adalah pilihan hati, jadi harus siap mengabdi, siap berbagi dan siap berbakti. Seorang guru mengemban tugas yang sangat berat karena dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, serta tanggung jawab dan komitmen. Oleh karena itu guru dengan profesionalisme yang tinggi serta pengabdian yang tiada henti, baginya layak sebuah penghargaan,” kata Neneng.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement