Kamis 21 Dec 2017 17:45 WIB

KPAI Minta RUU Pesantren Harus Didesain Ramah Anak

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Muhammad Hafil
Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan, rancangan undang-undang (RUU) Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren perlu didesain menjadi ramah anak. Artinya, segala perangkat pesantren, mulai dari guru atau ustaz hingga lingkungan harus mendukung perwujudan itu.

Komisioner KPAI bidang pendidikan Retno Listyarti mengumpamakan, hukuman fisik seperti pukulan dan lainnya saat ini masih kerap dilakukan dilingkungan pesantren. Padahal, hal tersebut menyalahi aturan tentang perlindungan anak.

"Pola-pola hukuman itu lah yang harus mulai dihapus. Kemudian diganti menjadi hukuman yang edukatif," jelas Retno usai focus group discussion RUU Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren: Menuju Pesantren Layak Anak di Kantor KPAI, Menteng, Jakarta, Kamis (21/12).

Retno mengatakan, selain hukuman, bentuk pengawasan pesantren juga harus terus dilakukan selama 24 jam. Mengingat, selama 24 jam tersebut anak tinggal dan menghabiskan waktunya di pesantren.

"Saya pernah menangani kasus di salahsatu pesantren, dua anak meninggal karena ditemukan tenggelam saat bermain lama-lamaan tahan napas di dalam balong (kolam) yang ada di sana," kata dia menjelaskan.

Selain itu dia menegaskan, dalam RUU tersebut perlu ada beberapa hal yang dinilai krusial untuk dibahas. Seperti, kriteria kekerasan, bentuk pengawasan, hukuman hingga penanganan pada korban.

Menurut dia, kekerasan bukan hanya berbentuk fisik saja namun juga psikis. Kekerasan dalam bentuk psikis, kerap terjadi di dunia pendidikan, seperti halnya pesantren.

"Perundungan, ejekan, pengucilan, dan lain-lain itu juga bentuk kekerasan. Dan, bisa menyebabkan perubahan pada pola pikir dan sikap anak, bahkan prestasi. Itu juga harus dibahas dalam RUU tersebut," jelas Retno.

Dia menyatakan, pengawasan juga bukan hanya tugas pemerintah, guru atau pemilik yayasan pesantren, namun juga orang tua dan pribadi anak sendiri. Orangtua, lanjut Retno, harus mendidik anak agar berani berbicara jika ada suatu hal yang mengganjal.

"Untuk anak harus dilatih untuk peduli kepada temannya. Jadi kalau ada anak yang dilakukan tidak baik, teman-temannya ikut melawan bukan hanya menonton," tegas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement