Jumat 24 Nov 2017 14:03 WIB

Lima Masalah di Sekolah yang Masih Dianggap Biasa

Rep: RR Laeny Sulistyawati/ Red: Yudha Manggala P Putra
Upacara bendera di sekolah/ilustrasi.
Foto: Antara
Upacara bendera di sekolah/ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plt Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan masih ada lima hal di sekolah yang ternyata masih dianggap biasa hingga kini.

"Masalah pertama adalah anak menyontek," ujarnya saat pembukaan pameran hari guru nasional (HGN) 2017, di Jakarta, Jumat (24/11).

Jika perilaku ini dibiarkan, kata dia, maka ini menjadi persoalan yang akan dibawa sampai dewasa bahkan tua. Salah satu contohnya adalah perilaku plagiarisme. Ia menyebut plagiarisme asal muasalnya dari menyontek dan perilaku tidak terpuji ini terus dilakukan sampai usia tua.

Untuk itu, ia meminta guru tidak menganggapnya biasa dan benar-benar mendidik anak didiknya supaya jangan menyontek. "Lakukan yang terbaik mendidik anak kita untuk ikut jujur. Indikator kejujuran adalah menyontek atau tidak sontek," katanya.

Persoalan kedua, kata dia, adalah masalah perisakkan. Ia mengakui kekerasan di sekolah semakin hari semakin meningkat. Kekerasan yang dilaporkan di media dan media sosial, kata dia, hanya puncak gunung es dari angka kekerasan sebenarnya yang sangat banyak. Untuk itu, ia meminta perilaku seperti harus ditindaki serius. "Tindakan kekerasan mohon diperhatikan. Kepala sekolah dan guru melakukan sesuatu, jangan ada pembiaran," ujarnya.

Persoalan ketiga adalah narkoba. Benda haram ini diakuinya sudah sudah memasuki masyarakat bahkan sekolah. Untuk itu ia meminta para guru untuk melakukan kontrol apa yang terjadi.

Jika peredaran narkoba dibiarkan, ia khawatir generasi muda yang berpotensi luar biasa di masa mendatang tidak bisa menjadi generasi emas.

Lalu masalah keempat, kata dia, adalah pornografi dan pornoaksi. Ia meminta para pendidik memberi penjelasan sedini mungkin bahwa anak yang sudah melihat film porno dan pornoaksi akan mengalami sel otak yang rusak. "Tak hanya itu, ibarat (mencoba) narkoba, melihat pornografi dan pornoaksi juga akan membuat anak ketagihan," ujarnya.

Kelima, adanya indikasi gerakan intoleran yaitu radikal. Ia menjelaskan ada oknum atau kelompok yang menganggap bahwa Indonesia hanya untuk satu kelompok. Padahal, ia menegaskan negara Indonesia berdiri karena keberagaman. "Kawal anak-anak kita jangan sampai tumbuh tidak toleran," katanya.

Ia meminta para guru untuk menerapkan pemdidikan karakter yang riil di sekolahnya masing-masing. Hal itu bisa menjadi inspirasi bagi yang lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement