Kamis 09 Nov 2017 09:28 WIB

Kemendikbud akan Uji Kelayakan SMK di Indonesia

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang pencari kerja mengisi pendaftaran di salahsatu stand perusahaan saat bursa kerja di auditorium Universitas Panca Sakti, Tegal, Jateng. Angka pengangguran di Indonesia sangat tinggi, lebih dari 7 juta orang.
Foto: ANTARA
Seorang pencari kerja mengisi pendaftaran di salahsatu stand perusahaan saat bursa kerja di auditorium Universitas Panca Sakti, Tegal, Jateng. Angka pengangguran di Indonesia sangat tinggi, lebih dari 7 juta orang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah meminta pemerintah daerah melalui dinas-dinas pendidikan untuk melakukan evaluasi dan uji kelayakan terkait penyelenggaraan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Kelayakan SMK tersebut akan dinilai dari kondisi guru, fasilitas belajar, kegiatan pembelajaran yang sesuai standar, dan kemitraan dengan Dunia Usaha/Dunia Industri (DU/DI).

"Untuk SMK yang tidak memenuhi kelayakan akan diberikan waktu untuk segera menyesuaikan diri," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Hamid Muhammad, Kamis (9/11).

Hamid mengatakan, bagi SMK yang belum memenuhi kelayakan, pemerintah telah menyiapkan dua opsi sebagai solusi untuk penyesuaian. Pertama, SMK tersebut akan digabung, atau kedua, akan dibentuk satuan pendidikan lain seperti kursus.

"Kami akan terus mengevaluasi ketidakselarasan kebutuhan industri dan lulusan SMK tersebut," kata Hamid.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis jumlah pengangguran di Indonesia per Agustus 2017 mencapai 7,04 juta orang. Jumlah ini bertambah 10 ribu orang, dibanding pada Agustus 2016. Sedangkan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 5,50 persen atau turun 0,11 poin.

Dari TPT 5,50 persen itu, pengangguran terbanyak adalah lulusan SMK dengan persentase 11,41 persen. Disusul berturut-turut Sekolah Menengah Atas (SMA) 8,29 persen, Diploma I/II/III 6,88 persen, dan universitas 5,8 persen.

"TPT SMK 11,41 persen tersebut meningkat dibanding pada Agustus 2016 yang hanya mencapai 11,11 persen," ujar Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, M. Sairi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement