Jumat 23 Jun 2017 15:50 WIB

Penerimaan Murid Baru, Disdik Tegaskan Tak Ada Tes Calistung

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Gita Amanda
Siswa-siswi Sekolah Dasar mengikuti pelajaran di sekolahnya. (ilustrasi)
Foto: Republika/Yasin Habibi
Siswa-siswi Sekolah Dasar mengikuti pelajaran di sekolahnya. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Sleman menegaskan semua sekolah tidak diperbolehkan mengadakan tes baca, tulis, dan hitung (Calistung) dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB). Pasalnya, faktor yang menjadi pertimbangan dalam PPDB adalah usia dan tempat asal calon peserta didik sendiri.

“Kami tidak membenarkan adanya Calistung dalam PPDB, terutama untuk calon siswa SD (Sekolah Dasar). Baik negeri maupun swasta,” kata Kepala Disdik Sleman Arif Haryono, Jumat (23/6). Menurutnya, seluruh SD wajib menerima calon siswa yang sudah berusia tujuh tahun.

Bahkan calon siswa yang masih berusia enam tahun juga bisa terima. Asalkan kuota peserta didik di sekolah yang bersangkutan masih mencukupi. Adapun pertimbangan lain dalam menerima siswa adalah dilihat dari tempat tinggalnya berdasarkan kartu keluarga (KK).

Panitia PPDB wajib memprioritaskan calon peserta didik yang tempat tinggalnya lebih dekat dari sekolah. Namun jika ada selisih antara anak kembar yang memiliki usia sama dan tempat tinggal sama, yang dijadikan pertimbangan adalah waktu pendaftaran. Sehingga yang diprioritaskan adalah anak yang didaftarkan lebih dulu.

Sementara untuk SMP dan SMA, yang dijadikan pertimbangan adalah nilai dalam surat keterangan hasil ujian nasional (SKHUN). Di sisi lain faktor tempat tinggal juga menjadi pertimbangan untuk menerima calon peserta didik.

Selain itu, prestasi akademik juga bisa menjadi pertimbangan dalam proses seleksi PPDB SMP dan SMA atau SMK. “Yang jelas pihak manapun tidak boleh ikut campur dalam proses seleksi PPDB, termasuk komite sekolah,” kata Arif menjelaskan.

Di sisi lain sekolah negeri juga dilarang untuk mengambil pungutan dalam bentuk apapun dari calon peserta didik. Termasuk pungutan yang Mengatasnamakan sebagai sumbangan sukarela. Pasalnya, sekolah negeri sudah memiliki anggaran sendiri untuk operasional sekolah.

“Kalau mau sukarela ya benar-benar tidak ditentukan jumlahnya, waktunya, dan untuk apanya,” ujar Arif. Ia meminta agar seluruh orangtua atau wali calon peserta didik memperhatikan larangan-larangan tersebut. Kemudian bisa melapor jika ada sekolah yang melakukan pelanggaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement