Rabu 17 May 2017 17:19 WIB

Pelatihan Gerakan Sekolah Menyenangkan Digelar di Yogyakarta

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Yudha Manggala P Putra
Salah satu kegiatan di sekolah teraapan (ilustrasi).
Foto: Antara/Syaiful Arif
Salah satu kegiatan di sekolah teraapan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Dalam waktu dekat pelatihan Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) akan digelar di Yogyakarta. Tak tanggung-tanggung, acara ini pun akan digelar selama enam hari, mulai 7 sampai 12 Agustus.

Penggagas GSM Muhammad Nur Rizal mengemukakan, secara umum acara tersebut terbagi menjadi tiga kegiatan. “Hari pertama acaranya akan diisi oleh talkshow dari tiga pemateri. Bahasannya mengenai intoleransi dan pelaksaaan pendidikan di luar negeri,” katanya pada Republika.co.id baru baru ini.

Adapun pemateri yang akan mengisi sesi tersebut, di antaranya Yeni Wahid dan salah satu praktisi pendidikan dari Australia. Hari kedua kegiatannya berupa workshop mengenai pendidikan menyenangkan, interaksi positif, dan growth mindset bagi siswa.

Beberapa materi tersebut penting karena sekolah yang baik adalah sekolah yang siswa-siswinya memiliki order tinggi yang menumbuh, budi pekerti yang baik, dan mereka bisa menjadi warga negara yang efektif. Rizal menjelaskan menjadi warga yang efektif sangat penting karena kita hidup pada era milenial.

“Kita punya potensi bonus demografi tinggi, GDP kita pun diprediksi akan menjadi yang keempat atau kelima paling besar di dunia,” ujar Rizal. Semua potensi tersebut, menurutnya, harus dikelola dan disiapkan dari sekarang.

Sedangkan hari ketiga sampai terakhir, acara dikhususkan bagi calon sekolah model GSM yang akan diseleksi. Acara ini pun akan diisi oleh pelatihan dari guru-guru GSM dan guru-guru sekolah Australia.

Rizal mengatakan, acara ini terbuka bagi guru dan kepala sekolah, dengan target peserta sebanyak 200 sampai 250 orang. Tahun ini, kata Rizal, timnya menargetkan pembentukan 20 sekolah model GSM baru. Dalam praktiknya mereka akan didampingi oleh 10 sekolah model lama.

Rizal menjelaskan, sekolah GSM sendiri setidaknya memiliki dua hal. Pertama sekolah memiliki pembelajaran yang menantang. Sehingga murid tahu proses dan target belajarnya “Maka itu harus ada kesepakatan antara murid dan guru. Karena murid akan jadi subjek dalam pembelajaran, bukan objek,” paparnya.

Kedua sekolah harus memberikan ruang pada murid untuk mengekspresikan dirinya. Ekspresi tersebut ke depannya harus diarahkan agar bisa jadi program sekolah dan pembelajaran yang baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement