Senin 06 Mar 2017 21:04 WIB

Kuantitas Guru tak Bisa Ukur Kualitas Pendidikan

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Bayu Hermawan
Logo Kemendikbud
Logo Kemendikbud

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud, Ari Santoso menyebut kuantitas guru tidak bisa menjadi pengukur kualitas pendidikan di suatu daerah.

"Secara solusi tentang guru, indikator angka tak bisa menjadi pengukur," katanya dalam Gathering Media Sosial di Perpustakaan Kemendikbud, Jakarta, Senin (6/3).

Ari mengatakan, jumlah guru dan siswa ideal, yakni 1 berbanding 20 telah terpenuhi di sejumlah daerah. Namun, kualitas pendidikan tidak bisa diukur dari angka tersebut. "Guru produktif SMA masih kurang. Guru banyak, tapi total jumlah guru 'tertentu' terbatas," ujar Ari.

Untuk mengatasi persoalan itu, ia mengatakan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy telah meminta pada dunia industri untuk menjadi guru khusus. Tujuannya, yakni untuk memberikan ilmu yang berkualitas sesui dengan kebutuhan industri.

Di sisi lain, Ari mengatakan, pemerintah mengatasi kekurangan tenaga pendidik dengan program guru garis depan. Saat ini, ada 3.600an guru yang dikirim ke daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T).

Namun, ia mengakui kesulitan mendapatkan sumber daya manusia yang bersedia ditempatkan di daerah 3T. Sebab, para guru mempunyai tanggung jawab, tidak hanya mengajar tetapi juga permasalahan kehidupan di daerah tersebut.

Padahal, Ari mengatakan, apabila melihat dari sisi kesejahteraan, guru sekarang lebih sejahtera di banding dahulu. Namun, ia tidak meyakini kualitas guru saat ini lebih bagus dibanding dahulu.

"Problem pendidikan tak bisa berhenti di titik tertentu. Ada anak yang mesti sekolah melalui jalur luar biasa. Problem itu harus diselesaikan dengan baik," jelas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement