Kamis 12 Sep 2013 14:35 WIB

Mendikbud Pastikan Hasil Audit UN Ditindaklanjuti

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Djibril Muhammad
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, M Nuh.
Foto: Republika
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, M Nuh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil investigasi ujian nasional (UN) yang dilakukan Inspektorat Jenderal (Irjen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah rampung. Namun, Kemendikbud masih enggan menginformasikan hasilnya seperti apa.

Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), M Nuh, hasil investigasi tersebut akan diumumkan bersama Kemendikbud, BPK dan Komisi X DPR RI. Tapi, Nuh memastikan kalau ada dugaan kerugian negara akan ditindaklanjuti.

"Saya menunggu bersama dengan BPK menyampaikan hasilnya. Setelah, Ketua BPK punya waktu. Sudah dilaporkan nanti akan diumumkan oleh kami, BPK, Komisi X. Ada dugaan, pasti ditindaklanjuti," ujar Nuh usai Penutupan Lomba Lomba Motivasi Belajar Mandiri (Lomojari) 2013, Rabu petang (11/9).

Nuh mengatakan, percetakan pencetak UN belum ada yang dibayar karena belum ada pengajuan. Kalau ada yang  mengajukan, baru akan diproses. Sebab, aturannya memang harus diajukan baru dibayar.

"Kalau ada yang lebih mahal dari pengajuan awal, tidak mungkin. Percetakan, tidak bisa menuntut lebih dari yang ditentukan," katanya.

Sementara, menurut Irjen Kemendikbud Haryono Umar, kalau pihaknya memang ada dugaan kerugian negaran minimal harus memiliki alat bukti hukum. Sementara BPK, kalau ada temuan otomatis harus dilaporkan ke penegak hukum.

"Kami pun kalau menemukan dugaan kerugian negara, wajib lapor ke penegak hukum. Tapi, buktinya harus kuat, bukan hanya audit saja bisa mengeles," katanya.

Saat ditanya apakah benar kerugian akibat kericuhan UN tersebut Rp 80 miliar, Haryono mengatakan, Ia lupa angkanya. "Kata siapa? saya juga lupa. Itu BPK, kita kan lain. Tanya ke BPK," katanya.

Dikatakan Haryono, dari hasil audit pihaknya, Ia belum bisa menyebutkan kerugiannya berapam. Karena, sampai hari ini percetakan tersebut belum dibayar. Kalau  dibayar, baru ada kerugian negara.

"Jadi disebutnya potensi karena 6 perusahaan semua belum dibayar. Satu perusahaan nilai kontraknya ada yang 20 dan belasan miliar belasan, Litbang masih menghitung," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement