Jumat 19 Apr 2019 12:35 WIB

Dosen UMM Kenalkan Budaya Lewat Matematika

Ethnomatika yakni pembelajaran matematika dengan menggunakan budaya sebagai media

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Esthi Maharani
Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dyah Worowirowirastri Ekowati, mencoba mengenalkan budaya melalui Matematika.
Foto: Humas UMM
Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dyah Worowirowirastri Ekowati, mencoba mengenalkan budaya melalui Matematika.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dyah Worowirowirastri Ekowati, mencoba mengenalkan budaya melalui Matematika. Hal ini dilakukannya bersama dosen Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) lainnya seperti Dian Ika Kusumaningtyas dan Nawang Sulistrani dengan menulis buku Ethnomatika.

Dosen UMM Dyah menjelaskan, Ethnomatika berasal dari gabungan dua kata yaitu Etnik atau kebudayaan dan Matematika. Secara harfiah bisa diartikan pembelajaran matematika dengan menggunakan budaya sebagai medianya. “Jadi tidak hanya belajar saja, tetapi mereka juga bisa mengenal budaya nusantara lewat matematika,” ujarnya melalui keterangan resmi yang diterima Republika, Jumat (19/4).

Menurut Dyah, Ethnomatika pertama kali diperkenalkan oleh seorang matematikawan Brasil pada tahun 1977, D'Ambrosio. Namun dalam perjalanannya mengalami perkembangan dan mulai dikenal luas di berbagai belahan dunia. Hal ini karena pembelajarannya yang lebih efektif dan simpel melalui media yang ada di sekitar siswa.

Dyah berpendapat, pembelajaran matematika khususnya untuk anak SD, harus diajari sesuatu yang konkrit. Mereka tidak bisa hanya dijelaskan materi dan soal. "Karena di Matematika, ada program yang dinamakan Matematika Realistik. Menggunakan benda-benda realistik yang ada disekitar, lewat budaya misalnya,” kata dia.

Salah satu di antaranya terlihat pada pada permainan engklek. Permainan ini, kata dia, secara tidak langsung siswa juga belajar Matematika. Hal ini terutama saat melewati petak yang sudah diberi angka dan menghitung jumlah angka yang dilewati.

Selanjutnya, permainan engklek juga menjadikan anak untuk bisa membentuk rumah adat. Gambaran bangunannya terdiri atas bangun datar apa saja dan membentuk kelompok yang terdiri dari segitiga dan lainnya.

Kemudian, sambung Dyah, permainan engklek mengajak siswa bermain dengan membentuk rumah adat berdasarkan kelompok-kelompok yang telah dibagi. Lalu siswa dipersilahkan untuk memadupadankan antarkelompok sehingga membentuk rumah adat dari bangun datar-bangun datar tersebut.

Penerapan buku ini telah dilakukan dalam penelitian dan pengabdian di sekolah-sekolah. “Ini adalah bagian dari Pengembangan program Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DPPM) dalam pembuatan buku yang diperuntukkan bagi dosen. Lahir tahun 2017 dan untuk proses cetak lanjutannya tahun ini,” jelasnya.

Melalui metode ini, Matematika pun menjadi lebih realistis. Kedua, pembelajaran Etno (melalui observasi) merupakan wahana belajar sambil bermain dan outdoor learning bagi siswa. Ketiga, memperkenalkan kebudayaan kepada siswa sehingga mereka memiliki kepedulian untuk melestarikannya.

Yang terakhir, dia melanjutkan, memacu siswa untuk terus mensyukuri kenikmatan Tuhan atas benda di sekitarnya. Nilai ini sesuai dengan pembelajaran karakter dalam kurikulum 2013. Hal tersebut menjadi keunggulan dari pembelajaran berbasis Ethnomatika yang digarap dalam buku ini.

“Belajar Matematika itu tidak abstrak saja, tetapi mampu diterapkan dalam kehidupan nyata. Karena bagi saya belajar Matematika itu bukan hanya bicara tentang rumus. Lebih dari itu, Matematika adalah aktivitas dan bahasa dalam kehidupan sehari-hari,” pungkas perempuan yang juga dosen Prodi PGSD UMM.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement