Jumat 09 Nov 2018 13:25 WIB

UGM Diminta Selesaikan Kasus Pelecehan Seksual

Kampus mesti benar-benar bisa memberi sanksi yang bijak dan sesuai.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
UGM
Foto: ugm.ac.id
UGM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mendorong Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk menyelesaikan masalah pelecehan seksual yang menimpa salah satu mahasiswi ketika menjalani KKN pada 2017 lalu. Sebab perguruan Tinggi mempunyai otonomi untuk menyelesaikan masalah-masalahnya.

"Saya dengar sekarang dalam proses tapi sebetulnya menurut informasi yang saya terima itu sudah selesai dan semua pihak sudah clear," kata Sekretaris Jenderal Kemenristekdikti Prof Ainun Naim kepada Republika, Jumat (9/11)

Menurut Ainun, pelaku pelecehan seksual tidak bisa langsung diberi sanksi Drop Out (DO). Sebab kampus mesti menimbang sejauh mana pelecehan seksual yang dilakukan oleh pelaku.

"Pelecehan (seksual) itu juga kan bisa dengan kata-kata dan bisa juga menyentuh pada aspek kejiwaan, fisik," jelas dia. Untuk itu, kampus mesti benar-benar bisa memberi sanksi yang bijak dan sesuai.

Ainun menjelaskan, ada beragam sanksi yang bisa diterapkan kampus kepada mahasiswa yang melakukan pelecehan seksual. Misalnya dengan memberikan konseling dan pembinaan, hingga sanksi yang terberat yaitu DO.

Kasus pelecehan seksual di UGM kembali mencuat setelah Badan Pers Mahasiswa UGM, Balairung Press memuat berita yang berjudul "Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan" pada 5 November 2018. Adapun pelecehan seksual tersebut menimpa seorang mahasiswi Fisipol UGM yang kemudian namanya disamarkan menjadi "Agni".

Agni diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh seorang KKN yang merupakan mahasiswa Fakultas Teknis angkatan 2014. Peristiwa itu terjadi saat mahasiswi angkatan 2014 ini mengikuti program KKN di Pulau Seram, Maluku pertengahan tahun 2017 lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement