Ahad 08 Jul 2018 18:10 WIB

Abu Vulkanik Bisa Jadi Pembersih Limbah Batik

Ini merupakan metode yang ekonomis dan ramah lingkungan.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
 Tim Program Kreatif Mahasiswa (PKM) Universitas Islam Indonesia (UII) pembuat pembersih limbah batik.
Foto: Dokumen.
Tim Program Kreatif Mahasiswa (PKM) Universitas Islam Indonesia (UII) pembuat pembersih limbah batik.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Sekelompok mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta berhasil mengubah abu vulkanik Gunung Merapi menjadi serbuk pengolah limbah batik cair. Serbuk hasil temuan itu dapat menghilangkan senyawa organik, logam, dan menurunkan kadar Chemical Oxygen Demand (COD).

Ketiga mahasiswa itu yakni Rico Nurillahi, Dwi Nur Halimah, dan Gusti Dwi Apriliani. Mereka merupakan Tim Program Kreatif Mahasiswa (PKM) bidang Penelitian di bawah bimbingan Is Fatimah.

Mereka sukses mendapatkan dana hibah dari Kementerian Riset Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) 2018. Ketua Tim, Rico Nurillahi menjelaskan, penelitian berawal dari observasi terhadap sumber air yang tercemar limbah industri batik.

Tepatnya, yang terjadi di industri batik di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, DIY, beberapa bulan lalu. Kemudian, mereka memeriksa sumber pencemaran di salah satu industri batik dan mengambil sampel untuk diteliti di laboratorium.

"Limbah batik cair mengandung senyawa organik, senyawa logam dan COD sebesar 1.247 miligram per liter. Padahal, batas maksimal COD yang ditetapkan pemerintah sebesar 300 miligram per liter," kata Rico.

Selama ini, untuk mengatasi limbah batik selalu menggunakan zeolit atau karbon aktif. Namun, jumlah karbon aktif dan zeolit terbatas, dan justru mendegradasi limbah tidak efektif.

Dari situlah diubah menggunakan abu Gunung Merapi. Rico berpendapat, abu vulkanik merupakan material yang disemburkan ke udara saat terjadi letusan Gunung Merapi itu banyak mengandung silica (SiO2).

Selanjutnya, abu dimodifikasi menggunakan TiO2 melalui metode fotokatalisis. Hasil temuan ini diberi nama Ti/AV. Menurut Rico, Ti/AV ini dapat mengadsorpsi zat warna pada limbah batik dan menurunkan kadar COD.

Hasil penelitian kami, 0,5 gram Ti/AV bisa menjernihkan air limbah batik 500 mililiter dalam waktu 30 menit, senyawa organik dan logam hilang dan COD turun dari 1.247 menjadi 115 miligram per liter.

"Sehingga, ini merupakan metode yang ekonomis dan ramah lingkungan," ujar Rico.

Halimah menambahkan, batik yang sudah diakui sebagai warisan budaya dunia oleh Unesco memiliki konsekuensi dengan banyak bermunculannya industri batik di Indonesia. Sekaligus, banyaknya limbah batik cair yang dihasilkan.

Untuk itu, Halimah berharap inovasi ini membuat para pengrajin batik dapat terus berproduksi. Tentunya, tanpa khawatir terhadap limbah yang dihasilkan dan bagaimana cara menanggulanginya.

"Sehingga, keberadaan industri batik tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tapi juga dapat terus bersahabat dengan lingkungan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement