Kamis 29 Mar 2018 00:17 WIB

Disruptive Innovation Dinilai Jadi Peluang

Disruptive innovation atau alternative rendah biaya dapat mempengaruhi industri lain

Rep: Eric Iskandarsjah Z/ Red: Esthi Maharani
UMY
Foto: Yusuf Assidiq
UMY

REPUBLIKA.CO.ID,  BANTUL -- Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyelanggarakan The 4th International Conference of Management Sciences (ICoMS 2018) pada hari Rabu (28/3) di Ruang Sidang deung AR Fachrudin B. Konferensi yang mengangkat isu disruptive innovation dalam dunia bisnis modern tersebut diselenggarakan atas kerjasama dengan Tamkang University, Taiwan, Universiti Sains Malaysia, dan Khon Khaen University, Thailand.

Prof Shu Hsien Liao dari Tamkang University menyebutkan bahwa secara umum inovasi merupakan cara untuk mendapatkan sebuah hasil yang lebih baik dan terbaru. "Inovasi biasanya dipandang sebagai cara untuk mengaplikasikan solusi yang lebih baik untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal dibandingkan sebelumnya," kata dia.

Secara umum inovasi dapat dibagi menjadi tiga. Pertama, incremental innovation atau memperbaiki cara yang sudah ada, radical innovatio dengan menghadirkan produk, proses, atau service yang menggantikan produk yang lama serta disruptive innovation atau alternative rendah biaya yang dapat mempengaruhi industri lainnya.

Shu menjelaskan bahwa meski disruptive innovation berpotensi mengganggu pasar dan jaringan yang sudah ada, namun tidak serta merta merugikan. "Disruptive Innovation sendiri merupakan pengambaran dari proses yang memunculkan suatu produk atau jasa baru yang kemudian mampu mengganggu atau mengubah status pasar yang kemudian berpotensi untuk menggeser posisi pemain yang sudah mapan," kata dia.

Dalam dunia bisnis dan manajemen inovasi, umumnya melibatkan teknologi dan dilakukan oleh pihak yang berada diluar pasar atau entrepreneur yang mencoba untuk menemukan solusi yang dinilai lebih baik ketimbang yang sudah ada saat ini. Misalnya, lanjut dia, tingginya pamor aplikasi ride-hailing service seperti Grab atau Gojek.

Potensi untuk mengubah disruptive innovation menjadi kesempatan baru juga disetujui oleh pembicara lain, Dr. Syadiyah Abdul Shukor dari Universiti Sains Malaysia. "Dalam banyak disruptive innovation dipandang sebagai sebuah ancaman, padahal ini bisa dimanfaatkan oleh aktor dalam pasar untuk menemukan kesempatan untuk semakin tumbuh," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement