Rabu 21 Feb 2018 15:04 WIB

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Perkuat Integrasi Keilmuan

Titik berat integrasi keilmuan adalah bidang saintek.

Rep: Eric Iskandarsjah/ Red: Yusuf Assidiq
Rektor UIN Sunan Kalijaga (Suka) Yogyakarta, Prof KH Yudian Wahyudi PhD.
Foto: Nico Kurnia Jati.
Rektor UIN Sunan Kalijaga (Suka) Yogyakarta, Prof KH Yudian Wahyudi PhD.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dalam sejarahnya, umat Islam pernah ‘membuang’ ilmu saintek dari kurikulum madrasah, sehingga mengalami kemunduran dalam berbagai bidang. Untuk bisa bangkit dan meraih kejayaan kembali, Rektor UIN Sunan Kalijaga (Suka) Yogyakarta, Prof KH Yudian Wahyudi PhD, menilai umat Islam harus memperkuat integrasi keilmuan.

Ia mengakui, sebenarnya selama ini integrasi keilmuan telah diterapkan di UIN Sunan Kalijaga, namun, penerapannya belum memiliki dampak yang signifikan karena cakupan materinya terlalu luas. Maka itu, ke depan, pihaknya akan lebih mempertajam konsep tersebut.

Menurut dia, titik berat integrasi keilmuan adalah bidang saintek. Oleh karenanya, Yudian mendorong agar para mahasiswa dan dosen saintek di kampusnya menguasai bahasa Arab. “Dengan demikian, mereka bisa membaca serta mempelajari ayat-ayat yang terkait dengan ilmu yang ditekuni,” jelasnya, saat berbincang dengan Republika.co.id di ruang kerjanya, akhir pekan lalu.

Demikian pula jika ada mahasiswa ilmu sosial yang menguasai bidang ilmu falak saat masih di pesantren/madrasah, dapat lebih memperdalam lagi di laboratorium saintek. Tak hanya itu, konsep integrasi keilmuan akan diterapkan melalui ma’had (asrama) yang akan menjadi sarana pembekalan keilmuan bagi para mahasiswa.

Ia menjelaskan seseorang sebenarnya tak harus menguasai ilmu secara keseluruhan baik itu ilmu keagaaman sekaligus ilmu saintek. Pasalnya, usia seseorang itu terbatas dan akan habis hanya untuk mempelajari seluruh ilmu itu.

Akan lebih optimal jika satu orang cukup  memiliki keahlian agama namun memiliki kemampuan saintek sesuai dengan keahlian masing-masing.  "Hal ini pulalah yang rupanya terjadi pada nabi-nabi kita," ujarnya.

Contohnya, Nabi Isa AS bisa dikatakan merupakan kiai haji (KH) yang ahli dalam ilmu kedokteran, kemudian Nabi Yusuf AS adalah KH pada ilmu ekonomi dan astronomi. Nabi Nuh KH bidang teknologi perkapalan, Nabi Daud adalah KH teknologi militer, dan Nabi Sulaiman adalah KH multi degree.

Tes kemampuan dasar

Pada bagian lain, lanjut rektor, masih adanya dikotomi keilmuan atau pemisahan antara ilmu umum dan ilmu agama menimbulkan keterbatasan bagi alumni universtitas Islam negeri (UIN). Keterbatasan ini paling dirasakan saat mereka masuk ke dunia kerja, di mana para pelamar diharuskan untuk mengikuti tes kemampuan dasar (TKD) dan tes potensi akademik (TPA).

Melihat fakta itu, Yudian ingin melakukan sebuah terobosan, agar para alumni UIN dapat mengoptimalkan potensinya di dunia kerja. Terobosan itupun segera diterapkan di UIN Suka dan saat ini masih terus digodok sehingga seluruh program dapat terlaksana dengan optimal.

Pria kelahiran Balikpapan 17 April 1960 tersebut menjelaskan PTKIN dan UIN Suka terdiri dari fakultas saintek dan ilmu sosial serta ilmu hukum. Akhir-akhir ini, komposisi input mahasiswa baru didominasi oleh alumni SLTA umum, bukan dari madrasah. "Di satu sisi ini merupakan kemajuan, namun di sisi lain hal ini menimbulkan persoalan yang harus diselesaikan," ujar Yudian.

Ia menilai petinggi PTKIN dan Kementerian Agama perlu serius dalam menanggapi persoalan yang dihadapi terkait dengan tes kemampuan dasar (TKD), yang kerap harus dihadapi oleh alumni saat akan melamar pekerjaan, baik pada instansi tertentu maupun dalam tes CPNS. Pasalnya, mayoritas alumni dari madrasah memiliki potensi akademik yang relatif lemah dalam ilmu eksakta, terutama kemampuan dasar matematika.

"Salah satu data yang saya soroti adalah, dalam tes CPNS hakim pengadilan agama pada tahun lalu, terdapat sekitar 658 kursi yang harus diisi, sedangkan pelamar yang lulus TKD tak lebih dari 300 orang.  Selain itu, di UIN Suka, dari sekitar seribu dosen yang mengikuti ujian CPNS, yang lulus untuk diangkat menjadi dosen PNS hanya sekitar 600 dosen," kata dia.

Yudian pun menilai, kondisi ini adalah cermin dari tragedi krisis pendidikan Islam. Oleh karena itu, ia berharap Kementerian Agama dapat bernegosiasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB).

“Perlu ada negosiasi agar dosen PTKIN atau dosen agama dapat mengikuti TKD yang melibatkan ilmu keagamaan. Minimal bahasa Arab. Sehingga komponen soal ini dapat memberikan kontribusi dalam TKD, dengan begitu dosen yang memiliki latar belakang ilmu Islam berpotensi untuk menjadi PNS,” katanya.

Selain itu, lanjut  pria yang sempat nyantri di Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta tersebut, SLTA Islam atau aliyah juga harus memperkuat kemampuan saintek, minimal  matematika. Karena ilmu dasar perhitungan dalam matematika ini akan terus diperlukan hingga ke seluruh jenjang pendidikan dan profesi. Sehingga ini menjadi modal dasar yang sangat vital dan sangat penting terutama bagi murid SLTA jurusan ilmu sosial.

Fakta tersebut juga didukung dengan data yang ia temukan. Berdasarkan amatannya, setiap alumni yang berhasil lolos dalam tes TKD dan TPA adalah almuni yang berasal dari SLTA jurusan ilmu saintek. Atau, kalaupun ada yang berasal dari SLTA jurusan ilmu sosial, mayoritas mereka memperdalam materi TPA dan TKD dengan mengikuti bimbingan belajar (bimbel).

Sedangkan bagi yang sudah lulus jenjang pendidikan S1 dari PTKIN, ia dorong segera belajar materi TKD dan TPA. Sehingga, dapat menyongsong formasi CPNS berikutnya. Sehingga, alumni PTKIN dapat terserap dalam pasar lapangan kerja yang seluas-luasnya.

"Pada prinsipnya, kami ingin mencetak generasi yang memiliki kemampuan saintek namun juga memiliki ilmu-ilmu dasar agama. Sedangkan bagi mahasiswa ilmu sosial dan hukum, kami ingin mereka juga memiliki ilmu dasar saintek seperti matematika, sehingga dapat meniti karir secara lebih optimal karena tak lagi terbentur oleh kemampuan dalam TKD dan TPA," kata dia.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement