Kamis 05 Oct 2017 06:34 WIB

Program Kampus Desa IPB Dikupas di Australia

Program Kampus Desa IPB dibahas di ajang Konferensi Internasional GFRAS APEN yang diselenggarakan di Townsville, Australia, 12-15 September 2017.
Foto: Dok IPB
Program Kampus Desa IPB dibahas di ajang Konferensi Internasional GFRAS APEN yang diselenggarakan di Townsville, Australia, 12-15 September 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Program Kampus Desa Institut Pertanian Bogor (IPB) diekspose dalam ajang Konferensi Internasional GFRAS APEN yang diselenggarakan di Townsville, Australia, 12-15 September 2017.  

Ajang Konferensi Internasional ini menghadirkan lebih dari 300 peserta dari berbagai negara (Global Forum) dalam hal pengabdian dan pemberdayaan masyarakat.

Utusan IPB yang hadir adalah Kepala Pusat Pengembangan Sumberdaya Manusia (P2SDM) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB, Dr  Amiruddin Shaleh; Koordinator Pelaksana Program Kampus Desa,  Ir  Yanefri Bakhtiar MSi; dan Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB, Dr  Siti Amanah.

Siaran pers IPB yang diterima Republika.co.id, Rabu (4/10) menyebutkan, dalam Konferensi Internasional tersebut, Yanefri Bakhtiar mempresentasikan  makalah  “The Village Campus as the Mean for Disemminating the Result of Research”.

Ke depan, Amiruddin Saleh dan  Siti Amanah menggagas untuk dapat menyelenggarakan konferensi internasional ini di Indonesia.

Program Kampus Desa merupakan program transfer ilmu dan teknologi, diseminasi inovasi IPB kepada  masyarakat dengan tujuan membantu mensolusi permasalahan pertanian secara umum. “Program Kampus Desa dibangun dengan semangat keswadayaan dan sharing potensi antar beberapa komponen utama (IPB/perguruan tinggi, masyarakat, pemerintah daerah, dan pihak swasta),” kata Yanefri.

Ia menjelaskan, IPB berkontribusi dalam penyediaan inovasi dan SDM penyampai inovasi. Masyarakat berkontribusi dalam penyediaan tempat serta kesediaan waktu untuk menghadiri pertemuan serta upaya penerapan inovasi yang sesuai, sedangkan pihak Pemda dan pengusaha dapat berkontribusi mendukung sesuai program lembaga mereka yang relevan termasuk mendukung implementasi muatan inovasi IPB di tingkat masyarakat/keluarga.

“Pola keswadayaan dimaksudkan untuk memberi alternatif cara penyampaian inovasi/hasil-hasil penelitian IPB ke masyarakat dengan lebih kontinyu (tidak dibatasi oleh waktu dan anggaran sebagaimana dalam pola proyek),” ujarnya.  

Yanefri menambahkan, Program Kampus Desa lahir  dari adanya kelompok masyarakat binaan P2SDM LPPM IPB yang telah dirintis sejak tahun 2007 melalui pengembangan Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya). Posdaya memiliki kelompok aktif 80-150 kelompok di desa dan kelurahan yang berada di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor, Sukabumi, serta Cianjur.

“Selain telah menjadi wilayah riset untuk dosen, peneliti, dan mahasiswa, kelompok-kelompok ini menjadi sangat strategis untuk media transfer ilmu dan teknologi antara Perguruan Tinggi dan masyarakat, sehingga komunikasi antara IPB dengan kelompok masyarakat ini sangat penting untuk terus dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya,” paparnya.

 

Yanefri  menambahkan,   gagasan Program Kampus Desa lahir  dari kondisi masyarakat yang pada umumnya masih banyak membutuhkan sentuhan ilmu dan teknologi-teknologi praktis. Misalnya dalam hal pengolahan pangan, keamanan pangan, pengemasan produk UKM, pengeringan produk, penanganan sampah/lingkungan secara umum, kesehatan dan sanitasi keluarga.

Selain itu, manajemen usaha, penanganan makanan anak dan yang berkaitan dengan budidaya pertanian secara umum, aspek kelembagaan masyarakat, dan lain-lain. “Inovasi yang relevan dengan hal itu sangat cukup ketersediaannya di IPB,” katanya.

Lebih lanjut ia menjelaskan,  Program Kampus Desa  ingin menjadi pelengkap dari pola-pola yang ada, pola anggaran, dan pola proyek. Pola swadaya melalui sharing potensi antar komponen telah menghadirkan berbagai kemudahan dalam Program Kampus Desa, termasuk ketersediaan narasumber volunteer yang mencapai 57 orang. Mereka berasal dari Guru Besar IPB, peneliti, dosen, alumni, pejabat daerah dan praktisi, bahkan dosen dari kampus lain.

 

Sharing berbagai komponen yang dikemas dalam Program Kampus Desa ini sudah terlaksana sebanyak 10 kali, sejak Juni 2016. Topik-topik yang dibahas antara lain pemanfaatan lahan pekarangan untuk tanaman obat dan tanaman bergizi (togabuzi), usaha pembibitan, budidaya cabe, budidaya ayam kampung sehat di lahan terbatas, pengelolaan sampah berbasis masyarakat, budidaya ikan gurame, berbagai macam kreativitas kraft, ocibana, souvenir pernikahan berbahan tanaman, lumbung pangan Posdaya, motivasi dan  manajemen usaha dan juga motivasi spiritual.

Dalam konferensi internasional di Australia, P2SDM LPPM IPB mendapatkan beberapa masukan untuk Program Kampus Desa ke depan, terutama untuk kesinambungan program dan SDM-nya. Untuk kesinambungan Program Kampus Desa ini, Yannefri menjelaskan,  perlunya beberapa upaya tindak lanjut, antara lain perlunya spesifikasi dan penajaman inovasi yang dibutuhkan masyarakat; dan layanan konsultasi/pendampingan penerapan inovasi IPB oleh masyarakat.

Selain itu, erluasan jangkauan Program Kampus Desa melalui jaringan alumni IPB di berbagai daerah di Indonesia. Hingga saat ini beberapa alumni telah menjadi narasumber dalam Program Kampus Desa.

Dalam hal ini, Kepala P2SDM LPPM IPB Amiruddin Shaleh telah mengambil satu tambahan langkah kongkret pengembangan Program Kampus Desa IPB dengan menjadikan Program Kampus Desa sebagai laboratorium sosial mahasiswa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement