Jumat 04 Aug 2017 17:17 WIB

Mahasiswa UM Kembangkan Pengolah Air Laut Jadi Garam

Rep: Binti Sholikah/ Red: Yudha Manggala P Putra
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya, Mohammad Zainal Abidin, membuat inovasi alat pengolah air laut menjadi garam dan air tawar yang bertenaga surya.
Foto: Republika/Binti Sholikah
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya, Mohammad Zainal Abidin, membuat inovasi alat pengolah air laut menjadi garam dan air tawar yang bertenaga surya.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Mahasiswa Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Mohammad Zainal Abidin, mengembangkan alat pengolah air laut menjadi garam dan air tawar. Alat yang diberi nama Pelita tersebut dioperasikan menggunakan tenaga surya.

Pelita merupakan kependekan dari pengolah air laut tenaga surya. Alat tersebut merupakan hasil penelitian skripsi Zainal Abidin untuk menyelesaikan studi S1 pada Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik UM Surabaya.

Zainal Abidin mengaku membuat Pelita karena melihat para petani garam sering gagal panen akibat cuaca tidak menentu. Kemudian dia berpikir untuk membuat inovasi agar air laur bisa diolah menjadi garam meski cuaca tidak menentu.

Solusinya dengan menggunakan tenaga surya agar produksi garam tetap terjaga. "Selain bisa mengolah air laut menjadi garam, alat ini juga bisa untuk memenuhi kebutuhan air bersih di daerah pesisir pantai," kata Zainal Abidin kepada wartawan di kampus UM Surabaya, Jumat (4/8).

Mahasiswa asal Bojonegoro tersebut menjelaskan, Pelita terdiri dari sejumlah komponen. Di antaranya, papan panel surya, inverter untuk mengubah tegangan DC ke AC, aki, tangki penampung air, air biasa sebagai pendingin, dan tabung kaca penampung air tawar.

Proses pengolahan air laut menjadi air tawar dan garam diawali dengan meletakkan alat tersebut di ruang terbuka agar terkena panas matahari. Tenaga matahari diserap oleh panel aurya kemudian energinya disimpan di aki. Selanjutnya diubah menjadi energi tegangan AC menggunakan inverter untuk proses destilasi yakni memisahkan air laut menjadi garam dan air tawar.

Air laut dimasukkan ke dalam tangki penampungan yang terbuat dari bahan stainles steel. Air laut dalam tangki tersebut dipanaskan menggunakan energi tegangan AC tadi selama satu jam hingga menguap. Uapnya yang mengalir di pipa didinginkan mengunakan air biasa hingga menjadi air tawar yang menetes ke dalam tabung kaca. Sementara garam akan mengendap di dalam tangki penampungan.

"Penelitian saya menggunakan 200 cc air laut selama satu jam menjadi air tawar 180 cc dan garam 10 gram. Kelebihannya, garam sudah bersih dan halus tapi belum beriodium," terangnya.

Untuk dapt dikonsumsi, garam tersebut harus diukur terlebih dahulu kadar NaCl. Sedangkan air tawar tersebut sudah sesuai standar air bersih. Jika dimasak, air tersebut layak untuk diminum. Zainal mengambil sampel air laut dari pantai Kenjeran.

"Untuk siang hari selama ada matahari, alatnya menggunakan energi langsung matahari sekaligus menyimpan energi di aki untuk dipakai malam hari. Kapasitas pabel suryanya sebesar 2 x 100 watt pick. Ini kan masih tahap penelitian untuk acuan dalam tahap produksi garam," ucapnya.

Proses penelitian dan perakitan alat tersebut dilakukan Zainal selama tiga bulan. Ia berharap agar Pelita bisa bermanfaat bagi masyarakat terutama yang tinggal di daerah pesisir. Ia juga terbuka bagi siapa saja yang ingin bekerja sama mengembangkan alat tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement