Senin 17 Jul 2017 18:07 WIB

Mahasiswa Gunadarma: Kalau Tahu Pelakunya, Ingin Saya Gebuk

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi Stop Bullying
Foto: Foto : MgRol_92
Ilustrasi Stop Bullying

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Mahasiswa Universitas Gunadarma merasa kaget dengan perundungan atau bullying terhadap mahasiswa berkebutuhan khusus yang terjadi di lingkungan kampus itu. Mereka pun merasa kesal dengan dengan perundungan yang menjadi pembicaraan di media sosial itu.

"Saya bareng-bareng teman saya saja geram melihat videonya. Kalau ketemu, kami mau gebuk pakai batu bata kalau perlu," kata seorang mahasiswa Gunadarma bernama Rio saat ditemui bersama teman-temannya di sekitar Kampus D Gunadarma, Senin (17/7) siang.

Menurut Rio, senakal-nakalnya mahasiswa Universitas Gunadarma, tidak pernah ada kejadian perundungan. Apalagi, bullying terhadap mahasiswa yang berkebutuhan khusus.

Rio mengaku dia bersama teman-temannya sudah memperhatikan dengan seksama video yang beredar. Namun, dia mengatakan, wajah-wajah yang terlihat di sana tidak ada yang mereka kenal.

"Itu sepertinya anak baru deh. Mungkin angkatan 2016, ya. Karena saya berani jamin deh, anak Gunadarma, apalagi angkatan saya tidak pernah ada yang seperti itu. Dan, memang tidak pernah ada kejadian seperti itu sih selama ini," kata dia.

Teman yang duduk di sebelah Rio, Bowor, juga mengungkapkan kekesalannya dengan video yang beredar di media sosial dan menjadi viral. "Aduh, jelek deh kampus kita. Parah parah," ujar dia juga dengan suara lantang sembari memegangi keningnya.

Bowor menjelaskan juga sangat menyayangkan seseorang berstatus mahasiswa dan hidup di zaman yang sudah semakin maju justru melakukan hal-hal yang bersifat old style.

Dia pun merasakan keinginan menggebuk para pelaku. "Saya saran aja nih, ya, kalau buat penyandang disabilitas, itu memang tugasnya kampus mengawasi. Tapi misalnya bagi anak-anak normal lain yang dibully, mereka bisa mengadukan apa yang mereka alami pada orang tua mereka," kata dia.

Bowor memiliki pengalaman bullying yang dirasakan oleh adik perempuan kandungnya. Adiknya mengalami perundungan sejak SD sejak kelas satu hingga kelas lima.

"Adik saya itu, ketemu sama anak-anak yang suka tendang-tendang dia, pernah dilempar batu tasnya, pernah dikatain pelacur, coba bayangin anak SD sudah kenal kata pelacur," kata dia.

Dia menceritakan orang yang membully adiknya berganti-ganti tetapi semua terselesaikan karena adiknya selalu bercerita pada orang tuanya. "Akhirnya dia mengadu ke ibu saya, dan ibu saya datang ke sekolah menegur langsung anak pembully itu. Keesokkan harinya, bullying langsung berhenti," kata Bowor.

Bagi dia, peran orang tua juga menjadi sangat penting sebagai pengawas dan sebagai penindak. Ketika anak mengadu, orang tua bisa mendatangi dan menegur pembully. "Ada teman ibu saya juga pernah lakukan hal serupa. Itu efektif kok," kata Bowor. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement