Rabu 21 Jun 2017 16:23 WIB

Menristek Gandeng Organisasi Mahasiswa Atasi Radikalisme

Rep: Kabul Astuti/ Red: Esthi Maharani
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir
Foto: Mahmud Muhyidin
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengumpulkan para perwakilan organisasi mahasiswa untuk berkonsolidasi menangkal paham radikalisme, terorisme, rendahnya nasionalisme, serta penyalahgunaan narkoba di lingkup perguruan tinggi.

Nasir mengungkapkan potensi radikalisme di lingkungan kampus harus diantisipasi agar tidak sampai meledak, seperti yang terjadi di Mesir, Suriah, dan Irak. Komunikasi antara pemerintah dengan organisasi kemahasiswaan ini menurutnya yang pertama kali sejak dekade 1980-an.

"Saya melihat potensi. Jadi, sejak 1980 saya ikut pergerakan mahasiswa pada saat itu memang ada sumbatan-sumbatan dikira, kalau pemerintah itu sangat takut adanya mahasiswa yang kritis, padahal menurut saya enggak," kata Nasir usai dialog bersama organisasi kepemudaan di Gedung D Kemenristekdikti, Jakarta, Selasa (20/6) malam.

Nasir menerangkan, stigma terhadap pemerintah yang terbentuk di kalangan organisasi kemahasiswaan ini merupakan akumulasi dari kebijakan tahun 1980-an. Pada saat itu, pemerintah menerapkan NKK/BKK yang dianggap mengekang organisasi-organisasi kemahasiswaan.

Nasir mengungkapkan, generasi muda Indonesia saat ini kehilangan nasionalisme dan daya saing bangsa. Menurut Nasir, organisasi kemahasiswaan punya peran penting dalam menjaga pilar-pilar kebangsaan. Organisasi kemahasiswaan juga mesti didorong untuk membantu meningkatkan daya saing bangsa.

Menristekdikti mencontohkan, nasionalisme anak-anak muda di Korea Selatan dan Singapura sangat tinggi, begitupula daya saing negaranya. Karena itu, menurut Nasir, mahasiswa perlu digandeng dan dijadikan partner pemerintah dalam mengatasi berbagai pemasalahan kampus, termasuk potensi radikalisme.

"Bagi saya, ini adalah bagian anak bangsa yang harus kita bina dan kita dampingi. Jangan sampai menjadi kelompok radikal. Mahasiswa harus kita rangkul," tegas Nasir.

Dialog ini melibatkan Tokoh Nasional Alumni Aktivis Organisasi Kemahasiswaan, Ketua Umum HMI, Ketua Umum GMNI, Ketua Umum PMII, Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, serta Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement