Sabtu 22 Nov 2014 22:59 WIB

Kampus Mandiri Energi yang Andalkan Aliran Sungai Brantas

Seorang operator memeriksa PLTMH UMM.
Foto: Republika
Seorang operator memeriksa PLTMH UMM.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika

Perguruan tinggi (PT) dikenal sebagai pusat penghasil riset berbagai bidang, tidak terkecuali sektor energi alternatif. Sayangnya, banyak hasil penelitian itu berhenti pada tataran pemaparan paper dalam diskusi maupun seminar semata.

Namun, hal tidak berlaku di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Meski berstatus PT swasta yang notabene masih 'kalah gengsi' dibandingkan PT negeri, namun UMM bisa membuktikan diri sebagai kampus yang berkontribusi bagi pemerintah dalam mengembangkan energi alternatif yang efisien dan murah karena tidak memakai bahan bakar minyak (BBM).

Karena itu, bukan sebuah kebetulan letak geografis UMM yang berdiri megah tepat di samping daerah aliran Sungai Brantas, yang kini potensi itu dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk diolah menjadi sumber listrik. Sungai terbesar di Jawa Timur ini mengalir tepat di depan kompleks kampus III UMM, dan selama ini hanya dimanfaatkan untuk irigasi persawahan di Desa Tegalgondo dan sekitarnya.

Kalau sebelumnya debit air hanya terpakai untuk saluran irigasi dan mengalir begitu saja, sekarang tidak lagi. Selama enam tahun terakhir, UMM mulai memanfaatkan aliran Sungai Brantas. Itu setelah dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) atas bantuan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Lokasi PLTMH terletak di Agrokompleks UMM, tepatnya di barat Dome UMM.

Cukup mudah mengetahui letak turbin, mesin generator, dan pipa saluran air, serta panel kontrol yang 'ditanam' di dalam sebuah ruangan berbentuk segi empat dengan ukuran sekitar 5x7 meter itu. PLTMH yang terletak dalam gedung indoor membuatnya terlihat mencolok lantaran berada di sekeliling kandang sapi, kambing, dan beberapa laboratorium untuk peternakan, yang kotorannya dijadikan sumber energi biogas.

Ketika menginjakkan kaki ke dalam, suara bising tanda generator berputar akan menyambut kedatangan setiap orang yang ingin melihat langsung proses produksi listrik. Tampilan mesin dibuat ngejreng dengan cat warna biru, kuning, dan merah.

Berkat PLTMH, kampus yang dibesarkan mantan menteri pendidikan nasional (Mendiknas) Malik Fadjar ini, dapat dikatakan menjadi pionir perguruan tinggi dalam mendukung upaya pemerintah mengembangkan energi listrik yang efisien dan ramah lingkungan.

"Pembangunan PLTMH ini menghabiskan dana Rp 2,7 miliar. Dari aliran sungai ini, kebutuhan listrik kampus bisa dipasok," ujar Ketua Pengembangan PLTMH UMM Suwignyo kepada Republika, Sabtu (21/11).

Suwignyo menyatakan, teknologi PLTMH cukup sederhana dalam memproduksi listrik. Air yang mengalir melalui parit kecil (intake) ukuran 1,5 meter ditampung dalam kolam penampung yang disebut forebay. Air tampungan kemudian disalurkan melalui pipa besar yang disebut penstock, yang memiliki diameter 70 centimeter (cm), panjang 57 meter ditempatkan di bawah tanah dengan kemiringan 40 derajat yang tersambung dengan power house, yaitu tempat generator beroperasi.

Sementara, beda tinggi antara kolam tampung dan power house sekitar 15 meter. Dengan memanfaatkan tinggi terjunan air maka turbin bisa berputar sehingga pembangkit skala kecil ini sudah bisa menghasilkan listrik.

Suwignyo melanjutkan, dalam power house, air yang mengucur deras dengan ukuran satu meter kubik per detik akan memutar turbin yang dapat menggerakkan generator berdaya 100 kilo watt (kw) pada musim penghujan, dan sekitar 70 kw pada musim kemarau. Perbedaan tenaga listrik yang dihasilkan memang tergantung debit air yang.

Daya listrik yang dihasilkan itu, nantinya disalurkan ke electric load control hingga dapat dimanfaatkan untuk mensuplai energi listrik di setiap gedung kampus. Untuk mengatur pengoperasian PLTMH, dipekerjakan secara khusus teknisi yang bertugas mengontrol dan menjaga agar pasokan listrik tetap terjaga stabil.

Bagusnya, ungkap Suwignyo, pengoperasian PLTMH ini tidak mengurangi debit air Sungai Brantas. Alhasil, jatah air untuk pengairan persawahan di sekitarnya tetap terjamin. Hal itu pula yang membuat pihak kampus tidak pernah mendapat komplain dari masyarakat atas beroperasinya PLTMH.

Pasalnya, aliran air yang dikendalikan dari Dam Sengkaling hanya dipinjam untuk dialirkan menuju pembangkit, dan selanjutnya dikembalikan ke Sungai Brantas lagi. "Istilahnya kami hanya meminjam saja air Sungai Brantas untuk menggerakkan generator, dan aliran air langsung disalurkan kembali ke tempat asal," ujar Suwignyo.

Kampus mandiri energi

Dengan tersedianya pasokan listrik dari PLTMH, kata dia, kampus bisa mengurangi biaya langganan yang harusnya dibayarkan ke Perusahaan Listrik Negara (PLN). Lantaran sanggup memproduksi listrik sendiri, kampus seluas 45 hektar ini bisa menghemat pengeluaran sekitar Rp 60 juta per bulan atau Rp 720 juta per tahun.

Jumlah penghematan itu secara nominal sebenarnya bisa lebih besar dan signifikan karena tarif dasar listrik dari waktu ke waktu terus naik. Meski belum sanggup memenuhi seluruh kebutuhan listrik seluruh gedung, ia merasa sudah sangat senang lantaran UMM sudah menjadi pioner dalam pemanfaatan energi nonfosil.

Kebutuhan listrik kampus memang meningkat dari tahun ke tahun. Pada awal beroperasi, PLTMH sanggup menyuplai 30 persen kebutuhan kampus pada siang hari. Sekarang, pasokan listrik dari PLTMH hanya mampu mengkover 20 persen kebutuhan kampus.

"Energi listrik yang dihasilkan memang hanya mampu memasok 20 persen kebutuhan kampus pada siang hari, dan kebutuhan listrik tercukupi 100 persen pada malam hari. Tapi, pencapaian ini sudah cukup bagus," ujar lulusan pascasarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tersebut.

Lantaran melihat potensi aliran Sungai Brantas masih sangat besar, pihak kampus memutuskan untuk membangun PLTMH unit II. Hal itu sejalan dengan tekad UMM yang ingin mandiri dalam bidang energi.

Menurut Suwignyo, letaknya berdampingan dengan PLTMH unit I. Pembangkit kedua nantinya diharapkan bisa menghasilkan listrik sebanyak 80 kw. Bedanya dengan yang pertama adalah PLTMH unit dua dibangun atas biaya sendiri.

Tentu saja, pertimbangan UMM adalah dengan melihat melimpahnya air Sungai Brantas yang terbuang percuma, sehingga perlu lebih dimaksimalkan dalam pemanfaatannya. Karena itu, kalau pembangkit kedua sudah beroperasi, diharapkan ketergantungan kampus terhadap PLN bisa semakin berkurang.

Selain itu, misi kampus yang ingin terus menggalakkan pemakaian energi murah seiring meningkatnya kebutuhan listrik pada masa mendatang, kata dia, dapat semakin mendorong Kampus Putih untuk bisa lebih kreatif dalam memanfaatkan memanfaatkan segala potensi yang disediakan alam.

Atas pencapaian itu, UMM beberapa kali menerima penghargaan prestisius, baik lokal, nasional, maupun internasional atas kontribusinya dalam pengembangan energi alternatif dari kampus. Di antaranya Anugerah Energi Prabawa dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, pengembangan energi alternatif.

Di tingkat ASEAN pada 2009, PLTMH UMM mendapat ASEAN Energy Awards dari Konsorsium Menteri Energi se-ASEAN pada 2008 lalu. Hal itu menjadikan kampus yang dipimpin Muhadjir Effendy ini menjadi satu-satunya universitas di Asia Tenggara yang menerima anugerah prestisius tersebut.

Pengakuan lain datang dalam bentuk apresiasi dari berbagai pejabat dalam maupun luar negeri. Pun dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang menjadi saksi peletakan batu pertama pembangunan PLTMH UMM pada Juni 2007.

JK mengatakan, UMM tidak berkutat hanya pada seminar, namun langsung mengambil langkah konkret, walaupun kecil untuk menggali energi alternatif di saat energi fosil semakin berkurang. "Saya sangat respek dengan langkah yang diambil UMM," ujar JK.

Selain PLTMH, lanjut dia, kampus juga mengembangkan Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang terpasang di sepanjang jalan kampus. Dia menyatakan, tenaga listrik yang dihasilkan memang tidak terlalu besar, yaitu 3.500 watt.

Kendati begitu, ia tidak memungkiri, pemasangan alat penangkap panas matahari tersebut sanggup diandalkan untuk menjadi pencahayaan kampus pada malam hari. "Listrik yang diproduksi tenaga surya sudah tersambung dengan jaringan PLTMH, ini mendukung upaya kampus untuk memanfaatkan energi ramah lingkungan."

Atas berbagai pencapaian itu, UMM yang dinilai berhasil dalam menginisiasi penggunaan energi alternatif di tingkat kampus mendapat perhatian Kementerian ESDM. Melalui Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, dilakukan audit energi PLTMH UMM. Audit energi ini merupakan bagian dari program kemitraan konservasi energi yang dicanangkan Kementerian ESDM untuk penghematan energi nasional.

Audit dilakukan untuk menghitung konsumsi energi yang dipakai sehari-hari, terutama seberapa besar efisiensi penggunaannya. Hal itu dilakukan karena ada kecenderungan biaya energi yang meningkat dari waktu ke waktu, terutama bahan bakar fosil. Di UMM, audit dilakukan di Gedung Kuliah Bersma (GKB) dan Gedung Infokom. Dua gedung tersebut dipilih karena memiliki gardu listrik yang sama.

Asisten Rektor Bidang Perencanaan Ali Syaifullah mengatakan, audit energi hanya dilakukan pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun perusahan swasta berskala nasional, dan belum pernah dilakukan di lembaga pendidikan. “Jadi, UMM adalah kampus pertama di Indonesia yang diaudit,” ujarnya. Dia melanjutkan, dipilihnya UMM disebabkan memang kampus ini dipandang telah mampu memanfaatan sumber air sebagai energi alternatif melalui PLTMH.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan (P3T KEBT) Kementerian ESDM Ris Wahyuti mengatakan, kebutuhan energi Indonesia semakin meningkat. Sementara pemenuhan energi dari fosil, seperti minyak bumi dan batubara semakin menipis dan tak bisa diharapkan lagi.

Diprediksi tak lebih dari 23 tahun lagi, pemenuhan energi dari minyak bumi akan habis. Karena itu, pihaknya sangat antusias ketika mengetahui UMM sudah melakukan terobosan dengan terlebih dulu menerapkan kebijakan yang menjadi cikal bakal kemandirian energi.

“Perlu solusi dan alternatif pemenuhan energi di Indonesia. Pengembangan energi baru terbarukan bisa menjadi solusi dan universitas diharapkan menjadi pelopor pengembangan energi baru terbarukan itu,” kata Ris

Wisata edukasi

Efek beruntun dibangunnya PLTMH tidak hanya dipetik pihak kampus semata, melainkan juga dirasakan banyak elemen masyarakat. Yang paling diuntungkan, lanjut Suwignyo, adalah para mahasiswa teknik yang bisa menjadikannya sebagai tempat laboratorium dan praktik kerja lapangan. Pihaknya juga membuka kesempatan bagi mahasiswa non-UMM untuk melakukan riset pengembangan teknologi kelistrikan.

Tidak hanya itu, demi mengenalkan manfaat teknologi listrik dari aliran listrik, pihaknya juga membuka pintu selebar-lebarnya untuk instansi maupun kampus luar untuk menjadikan PLTMH UMM sebagai tempat studi banding maupun penelitian. Tidak sedikit pula mahasiswa luar menjadikan teknologi pembangkit sebagai bahan skripsi dan tugas akhir.

Yang membuatnya bangga, lokasi pembangkit juga berperan sebagai tempat wisata edukasi dengan seringnya dikunjungi siswa sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA) yang didampingi para guru bangganya. Kedatangan mereka untuk lebih mengetahui sistem operasional pembangkit dalam memproduksi listrik.

"Mungkin sudah ribuan kunjungan, baik mahasiswa maupun instansi pemerintahan dan kampus yang ke sini untuk belajar teknologi pembuatan listrik dari air. Kami terima semua kunjungan," kata lulusan Universitas Brawijaya, Malang ini.

Ajib, salah satu mahasiswa Teknik Elektro mengaku mendapat manfaat dengan berdirinya PLTMH. Selain bisa dijadikan ajang edukasi dan pengenalan bagi mahasiswa baru, tidaya mahasiswa teknik, keberadaan PLTMH juga mampu menjadi inspirasi bagi mahasiswa yang selama ini hanya mengetahui bahwa listrik itu disediakan PLN.

"Kami bisa belajar lebih dekat dengan teknologi PLTMH yang listrik kampus ternyata terpenuhi dari sini. Ini sangat positif bagi mahasiswa karena punya sarana untuk belajar secara langsung," kata Ajib.

Dia menuturkan, belajar tidak cukup di kelas, melainkan juga harus lebih banyak praktik di lapangan. Karena bentuk dan cara operasi PLTMH jarang dijumpai mahasiswa di lingkungan sekitarnya maka mereka sangat antusias ketika metode belajar tidak melulu di kelas, melainkan dikombinasikan dengan langsung menjelajahi teknologi pengolahan air hingga menjadi listrik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement