Selasa 15 Mar 2011 17:13 WIB

Sekolah RSBI Akui Belum Penuhi Standar Kualitas

Rep: Eko Widiyanto/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO - Kebijakan Mendiknas menghentikan izin pendiriaan sekolah berstatus RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional) mendapat respon positif dari kalangan pengelola sekolah RSBI di Purwokerto. Mereka bahkan mengakui, upaya mencapai kualitas pendidikan sebagaimana sekolah berstandar internasional, sangat sulit dicapai sekolah-sekolah yang kini sudah berstatus RSBI.

"Kita akui, selama lima tahun pelaksanaan RSBI, masih banyak hal yang belum bisa dicapai sebagaimana disyaratkan dalam pembentukan awalnya," kata Trijoko, seorang guru sekolah berstatus RSBI, SMA Negeri 1 Purwokerto, Selasa (15/3).

Pendapat serupa juga dikemukakan Ketua Komite Sekolah SMP Negeri 1 Purwokerto, yang juga merupakan salah satu SMP berstatus RSBI, Agus Nar Hadie. "Selama ini yang dikejar pihak sekolah hanya kelengkapan sarananya saja, dengan menarik dana sebesar-besarnya dari orang tua siswa. Sementara upaya peningkatan kualitas pendidikan melalui kualitas mengajar gurunya, masih sangat kurang," katanya.

Agus yang baru terpilih sebagai Ketua Komite Sekolah SMP Negeri 1 Purwokerto awal Februari 2011 lalu, menyatakan, ketentuan untuk penyampaian materi mata pelajaran, para guru sekolahnya harus menggunakan bahasa Inggris, masih belum bisa terlaksana. "Jangankan menyampaikan materi pelajaran dalam bahasa Inggris, menguasai bahasa Inggris untuk percakapan saja mungkin grammer-nya masih belum betul. Kalau anak didik yang pintar bahasa Inggris mendengarkan, 'kan bisa kacau," tuturnya.

Hal serupa juga disampaikan oleh Trijoko, yang juga menjadi Sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Banyumas. Dia menyebutkan, persyaratan bahwa 60 persen guru di sekolah RSBI harus bergelar S-2, masih sangat sulit dicapai sekolahnya. "Sulit bagi kita untuk memenuhi ketentuan itu," katanya.

Disebutkan, banyak guru-guru di sekolah-sekolah yang kini berstatus RSBI, merupakan guru-guru lama yang usianya sudah tidak muda lagi. "Mereka ini, kalau dipaksa untuk sekolah S-2 tentu sulit," jelasnya.

Belum lagi untuk biaya pendidikannya. Trijoko menyebutkan, pemerintah pusat selama ini tidak pernah mengalokasikan dana khusus pada upaya peningkatkan derajat pendidikan guru-guru di sekolah RSBI. "Jadi kegagalan program RSBI dalam mencapai tujuan peningkatan kualitas pendidikan sekolah di Indonesia, tidak bisa diserahkan tanggung jawabnya hanya pada pihak sekolah. Selama ini, pemerintah juga cenderung tidak mendorong sekolah-sekolah yang berstandar RSBI untuk meningkatkan kualitas pendidikannya," tegasnya.

Dia mengakui, para guru saat ini memang sudah menikmati tunjangan sertifikasi sebesar satu kali gaji setiap bulan, yang seharusnya dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas keilmuannya. Namun yang terjadi selama ini, banyak guru penerima sertifikasi memanfaatkan tunjangan tersebut untuk kegiatan konsumtif. 'Ini juga memang kita akui,'' katanya.

Untuk itu, Trijoko menyatakan, pada prinsipnya dia memang sejak awal tidak setuju dengan adanya program RSBI. Menurutnya, pembuatan program semacam ini justru telah menempatkan sekolah-sekolah di Tanah Air dalam sistem kasta. Sekolah berstatus RSBI mendapat kasta teratas, sementara sekolah lain yang tidak berstatus RSBI atau SBN (Sekolah Berstandar Nasional) mendapat kasta terbawah. ''Ini sangat tidak baik bagi sistem pendidikan kita,'' jelasnya.

Agus Nur Hadie menambahkan, kegagalan program RSBI di sekolah-sekolah tertentu, juga disebabkan oleh tidak adanya kebijakan dinas terkait yang mendukung keberhasilan program ini. "Contohnya di sekolah SMP Negeri 1 Purwokerto. Guru-guru yang mengajar adalah guru-guru yang juga sebelumnya sudah mengajar di sekolah itu saat sekolah itu belum berstatus RSBI. Padahal, kualitas mengajar dan kualitas akademik guru bersangkutan belum tentu sesuai dengan yang disyaratkan dalam program RSBI," jelasnya.

Sementara pihak Dinas Pendidikan Banyumas, selama ini belum pernah melakukan mutasi terhadap guru-guru di sekolah RSBI yang dinilai tidak memenuhi standar. "Kalau memang serius menjalankan program RSBI, mestinya guru yang akan mengajar di sekolah RSBI harus diseleksi. Kalau tidak memenuhi syarat, ya jangan mengajar di sekolah RSBI," tegasnya.

Menyinggung soal orientasi sekolah RSBI untuk mendapat dana sebesar-besarnya dari orang tua siswa, Agus mengakui hal itu, Selama ini, memang ada kecenderung sekolah RSBI berusaha mendapatkan dana sebesar-besarnya dari orang tua siswa untuk kelengkapan sarana pendidikan. "Bukan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan di sekolahnya," tambah Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement