Rabu 06 Jul 2011 21:50 WIB

Pendidikan Mahal, Bukti Alokasi Pendidikan 20% Hanya Jargon Politik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Musim awal masuk tahun ajaran baru sekolah, orang tua siswa selalu dipusingkan dengan biaya awal masuk sekolah yang mahal. Alokasi pendidikan sebesar 20 persen dari APBN

dinilai hanya jargon politik semata. Perlu langkah nyata dari pemerintah.

Pengamat pendidikan Wildan Hasan Syadzili menilai biaya yang mahal saat awal masuk sekolah baik di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi disebabkan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen hanya menjadi jargon politik semata. "Dalam praktiknya tidak sampai 50 persen anggaran itu benar-benar untuk peningkatan mutu pendidikan. Lebih banyak untuk belanja pegawai," kritiknya di Jakarta, Rabu (6/7).

Situasi demikian, sambung Wildan, ditunjang dengan perangkat peraturan yang mengkondisikan terjadi ketimpangan kualitas pendidikan antardaerah di Indonesia. Hal demikian disebabkan, pemerintah pusat hanya bertanggung jawab dalam pembiayaan pendidikan (education funding) terhadap satuan pendidikan yang diselenggarakan pusat. "Nah, di Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota mereka yang bertanggung jawab sendiri," paparnya.

Lebih lanjut, menurut mahasiswa Educational Leadership & Management La Trobe Universitas Melbuorne Australia ini, situasi demikian terjadi karena pemegang kebijakan masih menganggap investasi pendidikan hanya dianggap hanya membuang uang. "Padahal di negara lain, pendidikan dijadikan sebagai investasi jangka panjang untuk membangun SDM demi kepentingan pembangunan ekonomi," cetusnya.

Dia menuturkan alokasi pendidikan di sejumlah negara lainnya jauh di atas Indonesia. Seperti di Australia sebanyak 46 persen dari APBN, Malaysia 26 persen, Singapura 32 persen, dan Amerika hingga 68 persen.

Ironinya, sistem pendidikan yang tidak berpihak kepada masyarakat banyak, sambung mantan Presiden Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah ini, diperparah dengan kualitas pendidikan yang jauh dari kategori baik. "Konyolnya, masyarakat membayar biaya pendidikan yang mahal, namun tidak setimpal dengan kualitas yang didapat," katanya menambahkan.

Baik pemerintah maupun penyelenggara pendidikan, kata Wildan sama-sama tidak memiliki tanggung jawab. Atas kondisi demikian, dia mengharapkan agar pemerintah dan DPR secara serius menambah dalam menanggung lebih besar biaya pendidikan untuk masyarakat. "Negara arus lebih besar menanggung biaya pendidikan," sarannya.

Sebagaimana dimaklumi, saat memasuki musim tahun ajaran baru baik di sekolah maupun Perguruan Tinggi (swasta/negeri) para orang tua dipusingkan dengan biaya pendaftaran yang mahal. Untuk pendaftaran SMA saja para orang tua harus merogoh kocek hingga puluhan juta rupiah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement