Senin 04 Apr 2011 11:22 WIB

'Yang Diperlukan Standarisasi Bukan Labelisasi Pendidikan'

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR - Anggota Komisi X DPR bidang Pendidikan, Olah Raga dan Kebudayaan, Rohmani, menyatakan bahwa seharusnya tidak perlu ada labelisasi dalam pendidikan karena menimbulkan pengkotak-kotakan peserta didik. "Justru yang perlu ditekankan adalah standarisasi pendidikan nasional. Standarisasi pendidikan nasional ini harus mengacu pada tujuan dasar kita bernegara dan tujuan filosofis pendidikan," katanya dalam penjelasan melalui surat elektronik di Bogor, Senin (4/4).

Anggota Fraksi PKS DPR itu mengatakan hal itu terkait gonjang ganjing kebijakan pemerintah mengenai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Ia menjelaskan bahwa pada akhir Maret 2011, Komisi X mengadakan rapat kerja (raker) dengan Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh, di mana salah satu agenda pembahasan dalam raker tersebut terkait RSBI dan SBI.

Dikemukakannya bahwa saat ini ditemui berbagai persoalan terkait pelaksanaan RSBI.

"Pembahasan RSBI ini sangat penting dilakukan mengingat banyak persoalan yang ditemui dalam pelaksanaannya. Kalau boleh dibilang pelaksanaan RSBI ini sudah salah kaprah. Harus diluruskan," katanya.

Ia menilai, labelisasi sekolah bertaraf internasional ini telah menimbulkan keresahan dan kecemburuan di tengah masyarakat. Faktanya, kata dia, masyarakat yang bisa menikmati sekolah dengan predikat RSBI hanya kelompok masyarakat tertentu. "Kebanyakan RSBI hanya bisa dinikmati oleh anak-anak yang ekonomi orang tuanya mapan," katanya.

Sementara kelompok masyarakat miskin, katanya, bisa dipastikan tidak bisa menikmati pendidikan di sekolah yang berlabel RSBI. "Karena paramater seorang siswa bisa menikmati pendidikan di RSBI bukan kemampuan akademik namun berdasarkan kemampuan membayar biaya

yang telah ditetapkan sekolah. Bila ini yang terjadi maka hal ini pertanda lonceng kematian untuk dunia pendidikan kita," katanya.

Menurut Rohmani, bangsa ini harus memiliki standar pendidikan nasional sendiri untuk mencapai tujuan didirikannya negara ini. Standar pendidikan nasional ini, kata dia, juga harus mengakomodasi kearifan lokal yang dimiliki, meski bisa diperkaya dari negara-negara lain. "RSBI yang ada saat ini mengacu pada model pendidikan di negara lain, seperti Cambridge. Menurut saya proses pengkiblatan model pendidikan ini merupakan penghianatan terhadap terhadap tujuan pendidikan nasional itu sendiri," katanya.

Rohmani berpandangan tidak perlu ada lagi istilah sekolah bernama bertaraf internasional, namun yang ada adalah Sekolah Standar Pendidikan Nasional (SSPN).  "Semua sekolah di negeri ini akan dikembangkan menjadi SSPN. Oleh karena itu, perlu ada formula yang sifatnya fundamental. Membangun formula standar pendidikan nasional yang mengakomodasi sisi akademik, moral, psikologi anak dan aspek budaya bangsa. Berbeda dengan RSBI yang lebih menonjolkan sisi akademik," katanya.

Sementara untuk pembiayaan harus ditanggung sepenuhnya oleh negara. "Konstitusi sudah menentukan bila sekolah wajib sembilan tahun ditanggung negara," demikian Rohmani.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement