Senin 16 Jun 2014 02:05 WIB

Program Jokowi Dinilai Sejalan dengan Bank Dunia dan ADB

Joko Widodo berjalan di pematang sawah di Desa Gentasari, Kroya, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (13/6).
Foto: antara
Joko Widodo berjalan di pematang sawah di Desa Gentasari, Kroya, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (13/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Al Azhar, Ziyad Falahi mengemukakan beberapa catatan tentang konsep program Joko Widodo (Jokowi) dalam debat terakhir. 

"Mungkin Jokowi tidak menguasai persoalan, tapi mungkin juga dia tahu, bahwa programnya sejalan dengan program Bank Dunia dan Asian Development Bank," kata Ziyad.

Program yang dimaksud adalah e-government. "Betul program ini memberikan transparansi dalam berbagai hal. Tapi coba lihat syarat Bank Dunia untuk memberikan pinjaman salah satunya adalah program e-government," kata Ziyad.

Ziyad mengatakan, e-government merupakan salah satu persyaratan bagi negara yang ingin berutang kepada Bank Dunia (World Bank). Mekanismenya, Bank Dunia akan memberikan konsutasi, bagaimana membuat program tersebut bisa berjalan.

Dia menjelaskan program ini kelak akan membuka lebar-lebar data pemerintah. Data tersebut akan terbuka baik untuk masyarakat dan asing. "Bagaimana asing akan mengetahui detil anggaran pemerintahan kita? Ini berbahaya bagi kedaulatan bangsa," kata Ziyad.

Ia menilai, keterbukaan tersebut akan membuat kondisi Indonesia bisa diketahui semua pihak. Mulai dari kegiatan pertahanan, intelijen, potensi daerah dan lain sebagainya. 

"Asing akan mengetahui segala rahasia kita dengan leluasa, termasuk rahasia negara," kata Ziyad.

Ia juga menyoroti program pembangunan UKM Jokowi yang dianggap sejalan dengan program Asian Development Bank.

Dia mengatakan, membangun UKM merupakan hal yangh baik. Namun harus dilihat lebih dalam. Khususnya, bagaimana kepentingan asing terhadap Indonesia. Dengan fokus pada pembangunan UKM, Indonesia menjadi tidak berpikir dengan industri strategis.

"Lihat agenda internasionalnya. Ujung-ujungnya Indonesia jadi negara yang kuat di UKM, namun lemah dalam industri strategis," kata Ziyad. 

Akibatnya, ujar dia, Indonesia hanya bisa kuat di sektor sekelas UKM. Padahal, seharusnya Indonesia juga mengembangkan industri strategis. Hal tersebut yang dianggap tidak ada dalam program Joko Widodo.

"Jika Jokowi mengetahui atau menguasai persoalan tentang program ini, maka artinya dia berencana untuk meneruskan utang pada kedua bank tersebut," tegas Ziyad.   

Ia membandingkan program itu dengan visi misi Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Misalnya, pertanian, nelayan dan lainnya. Keduanya juga mengusung pembangunan ekonomi makro. 

"Program MP3EI sangat besar. Sebagai pemimpin harus berani berpikir besar untuk bangsa ini," kata Ziyad. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement