Senin 03 Sep 2018 19:25 WIB

Tenaga Honorer K2 Tunggu Political Will Pemerintah

Penerimaan akan diprioritaskan untuk jabatan tenaga pendidik.

Anggota DPD RI Perwakilan Yogyakarta GKR Hemas.
Foto: DPD RI
Anggota DPD RI Perwakilan Yogyakarta GKR Hemas.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dalam waktu dekat Pemerintah akan membuka kembali lowongan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk diisi para abdi negara sebanyak 220 ribu. Penerimaan akan diprioritaskan untuk jabatan tenaga pendidik sebanyak 110 ribu.

Anggota DPD RI Perwakilan Yogyakarta, GKR Hemas mengatakan dalam siaran persnya, keinginan pemerintah mengalokasikan 50 persen CPNS 2018 untuk posisi guru melalui seleksi umum patut diapresiasi, demi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) generasi bangsa. Namun, disayangkan kebijakan baik tersebut tidak dibarengi dengan mengakomodir tuntutan tenaga honorer K2 untuk diprioritaskan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Persoalan tenaga honorer K2 memang pelik karena telah berlangsung lama sejak pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebagaimana diketahui yang masuk dalam kategori K2 adalah tenaga honorer yang diangkat per 1 Januari 2005.

Pemerintah beralasan bahwa kendala mengatasi persoalan tenaga honorer K2 memiliki tiga variabel, yakni dasar hukum, validitas data, dan kondisi keuangan negara. Tiga poin tersebut tersebut sebenarnya dapat diatasi jika eksekutif, legislatif, dan tenaga honorer dapat duduk bersama mencari solusi terbaik dengan mengedepankan kepentingan bersama dan bangsa, terlebih hal ini menyangkut hajat hidup 353.580 orang tenaga honorer K2.

Sejak Undang-Undang (UU) Aparatur Sipil Negara (ASN) diberlakukan terdapat ketentuan yang mensyaratkan batas maksimal CPNS usia 35 tahun, termasuk syarat pendidikan. Pun, jika UU Guru dan Dosen, serta UU Tenaga Kesehatan yang dijadikan rujukan maka ketiga beleid tersebut akan menghasilkan hanya 13.347 orang yang bisa mendaftar seleksi CPNS.

Lantas terkait validitas data. Menurut Hemas, dimaklumi sebab pusat mengalami kesulitan dalam hal ini mengingat kerancuan data yang kerap berbeda-beda bahkan bisa bertambah tiap tahun. Ini dikarenakan daerah atau instansi terus melakukan penerimaan tenaga honorer K2.

Kemudian kondisi keuangan negara. Tampaknya ini menjadi variabel krusial yang dijadikan pertimbangan pemerintah untuk mengangkat secara otomatis tenaga honorer K2. Jika semua tenaga honorer K2 diangkat jadi PNS maka dibutuhkan anggaran Rp 37 triliun untuk gaji dan tunjangan mereka. "Kita tentu sepakat jika APBN/APBD lebih besar porsinya dimanfaatkan untuk masyarakat luas," ujar Hemas dalam rilisnya.

Belakangan ini pemerintah mengapresiasi atlet-atlet berprestasi dengan memberikan status PNS. Namun, kebijakan tersebut memicu tenaga honorer K2 meminta pemerintah memberikan hal yang sama kepada mereka. Mereka ingin diperlakukan adil sebagai sesama komponen bangsa. Terlebih mereka telah bertahun-tahun mengabdi pada masyarakat dan negara. Menjadi bagian dalam menjalankan roda pemerintahan di seluruh Indonesia.

Oleh karena itu, alangkah baiknya masa kerja dapat dijadikan pertimbangan oleh pemerintah untuk mengangkat mereka jadi PNS secara otomatis bertahap. Jika mereka mengikuti seleksi jalur umum tentu akan terkendala syarat usia dan pendidikan.

Menurut Hemas meski pemerintah memberikan alternatif lain kepada tenaga honorer K2 yang tidak lulus seleksi umum dengan jabatan PPPK atau tenaga honorer dengan gaji setara UMP. Namun pertanyaannya bagaimana dengan 90 persen tenaga honorer K2 yang berusia di atas 35 tahun.

Sejatinya mengenai syarat ini bisa diatasi dengan revisi terbatas pasal terkait UU ASN. Pun, dalam hal kemampuan keuangan negara bisa diatur dengan mengangkat mereka secara bertahap.

Semoga faktor usia dan masa kerja dijadikan pertimbangan pemerintah untuk mengangkat secara otomatis bertahap tenaga honorer K2 yang berada di seluruh Indonesia jadi PNS. Terlebih kebijakan ini tentu akan mengangkat ekonomi mereka yang selama ini hanya menerima gaji Rp 200-400 ribu per bulan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement