Selasa 24 Jul 2018 12:57 WIB

Mahasiswa ITS Kembangkan Bahan Energi dari Limbah Tetes Tebu

Pemanfaatan limbah tetes tebu (molases) di Indonesia dinilai masih sangat kurang.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Yudha Manggala P Putra
Petani memanen tebu untuk dikirim ke pabrik gula, di Ngawi, Jawa Timur, Senin (21/5).
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Petani memanen tebu untuk dikirim ke pabrik gula, di Ngawi, Jawa Timur, Senin (21/5).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Semakin menipisnya sumber minyak bumi sebagai bahan energi saat ini, mendorong berbagai pihak berupaya mencari energi alternatif terbaru sebagai pengganti. Melalui Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian Eksakta (PKM-PE), tiga mahasiswa Departemen Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mrncoba mengembangkan limbah tetes tebu (molases) menjadi energi alternatif terbaru.

Ketiganya adalah Martiana Nugraeny, Tri Wahyuning Eka Purnama Sari, dan Chandra Adiwijaya. Mereka membuat energi terbaru dari limbah molases dan limbah logam berat. "Limbah molases ini diolah dengan reaktor dual chamber Microbial Fuel Cells (MFCs) sistem resirkulasi kontinyu agar dapat menghasilkan energi," kata Ketua Tim, Tri Wahyuning Eka Purnama Sari dalam pesan singkatnya, Selasa (24/7).

Tri mengaku, pemanfaatan limbah molases di Indonesia masih sangat kurang. Padahal, tiap hektare lahan tebu mampu menghasilkan molases sebanyak 10–15 ton. Dimana limbah yang berasal dari olahan tebu ini memiliki kandungan selulosa yang tinggi. Sementara, selulosa merupakan sumber biomassa terbarukan.

Mahasiswi asal Bojonegoro ini menjelaskan, selain limbah tetes tebu, juga diperlukan logam berat krom, untuk menghasilkan energi. Logam berat krom sering dijumpai di lingkungan akibat penggunaan bahan kimia di industri, dan termasuk ke dalam golongan limbah berbahaya.

“Krom merupakan limbah B3 dengan daya racun tinggi yang dapat membahayakan kesehatan manusia,” ujar Tri.

Melihat kedua masalah yang ada, Tri dan rekan-rekannya mencoba ide MFCs sistem resirkulasi kontinyu sebagai solusi. “MFCs merupakan fuel cell berbasis biologi yang mengubah energi kimia menjadi energi listrik dengan bantuan reaksi katalitik mikroorganisme,” kata Tri.

Tri menjelaskan, MFCs ini terdiri dari dua tabung pengembang (chamber) yaitu anoda dan katoda. Dalam chamber anoda, diisi dengan limbah molases dan bakteri. Sedangkan pada chamber katoda diisi dengan limbah logam berat Cr6+.

Ia menjelaskan, metabolisme yang terjadi pada chamber anoda akan menghasilkan listrik. “Selain menghasilkan listrik, MFCs ini juga dapat mereduksi limbah logam Cr (VI) serta mengurangi nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) pada limbah molases,” kata Tri.

Seperti diketahui, kebutuhan energi listrik di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Diperkirakan, cadangan minyak bumi tanpa adanya eksploitasi baru, hanya mampu bertahan selama 21 tahun mendatang. Artinya, dibutuhkan inovasi energi alternatif terbaru untuk dapat mengatasi masalah keterbatasan minyak ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement