Perusahaan Pencemar Laut Harus Diberi Sanksi Tegas

Baru-baru ini limbah minyak mencemari sejumlah titik pantai di Nongsa, Batam

Jumat , 04 May 2018, 17:48 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtar Tompo
Foto: Humas DPR
Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtar Tompo

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtar Tompo melihat masih belum jelasnya sanksi-sanksi yang di berikan kepada perusahaan-perusahaan yang mencemari limbah di sepanjang perairan Kota Batam, Kepulauan Riau. Pasalnya, tumpahan minyak di lautan ini sudah terjadi sepanjang tahun. Menurutnya, hal ini harus di sikapi dengan serius.

“Perlu ada jawaban yang serius. Dan saya minta setelah kita kembali ke Jakarta, kita harus rapat membicarakan ini bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena potensi limbahnya itu luar biasa,” ungkap Mukhtar setelah pertemuan antara Tim Kunjungan Kerja KomisiVII DPR RI dengan pihak terkait di Kantor Gubernur Kepri, di Kota Batam, Kepulauan Riau.

Diketahui, baru-baru ini limbah minyak (oil spill) mencemari sejumlah titik pantai di Nongsa, Batam. Di antaranya pantai kawasan wisata dan resort (penginapan mewah) Turi Beach dan Nongsa Village. Namun ternyata Kawasan pesisir Batam dan Bintan selalu tercemar tumpahan minyak sejak tahun 2015, yang salah satu penyebabnya diduga pembuangan limbah minyak secara ilegal.

Menurut data dari KLHK, angkanya mencapai 200 drum limbah yang diangkut jika di kalikan sepanjang lima bulan sudah ada 1.000 drum, itu baru dari KLHK. Belum lagi Provinsi Kepri sudah mengangkut sekitar 30 drum. Dari informasi yang ada juga bahwa perairan Batam ini lautnya sudah tidak lagi biru, tetapi sudah hitam-hitam dan itu terjadi laten setiap tahun, selama lima bulan berturut turut dalam satu tahun berjalan. Itu persoalan yang sangat serius di depan mata.

“Ini seolah-olah ada pembiaran yang terjadi. Untuk angkanya limbah itu mencapai 200 drum untuk KLHK, dan 30 drum untuk provinsi. Itu pun masih tidak jelas apakah itu tiap bulan sepanjang lima bulan dalam tahun berjalan ataukah itu angka dalam akumulasi satu tahunan lima bulan itu. Jika perbulan dimulai dari bulan Oktober sampai Februari, berarti ada lima bulan jika dikalikan dengan limbah yang diangkut oleh KLHK saja 200 drum, berarti akan ada 1000 drum,” beber Mukhtar.

Menurut politisi Partai Hanura itu, penanganannya masih belum jelas. Ia melihat hanya ada perebutan limbah untuk dibawa ke perusahaan pengolahan limbah yang ada di Provinsi Kepri dan tidak mencantumkan tentang apa yang dilakukan oleh pemerintah, terutama dalam kaitan penanganan limbah dan pencegahannya. Mukhtar menilai seperti ada pembiaran yang terjadi. Ia melihat penanganan ini tak seperti tumpahan minyak Balikpapan yang terjadi dalam satu waktu, namun kemudian itu disikapi dengan serius.

“Ini terjadi setiap tahun dan bahayanya itu mungkin tidak terjadi jatuh korban jiwa secara langsung. Tetapi dampaknya nanti luar biasa, bagaimana dengan kita yang makan makanan hasil laut, bagaimana dengan ibu hamil dan anak-anak yang mengkonsumsi makanan laut yang tercemar limbah. Kita belum tahu juga bagaimana hasil penelitian lingkungan laut biota lautnya rusak sampai di mana kerusakannya,” kritisi Mukhtar.