Kamis 03 May 2018 01:40 WIB

PGRI Jateng: Guru Honorer Masih Jadi PR Pemerintah

'Masih banyak guru yang belum diangkat.'

Para siswa SD se- Kabupaten Semarang menari Prajuritan dalam puncak peringatan Hardiknas, di stadion Wujil, kompleks GOR Pandanaran, Kabupatrn Semarang, Rabu (2/5).
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Para siswa SD se- Kabupaten Semarang menari Prajuritan dalam puncak peringatan Hardiknas, di stadion Wujil, kompleks GOR Pandanaran, Kabupatrn Semarang, Rabu (2/5).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah mengingatkan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan guru honorer yang masih jadi pekerjaan rumah (PR). Guru honorer itu sudah mengabdi, tetapi belum diangkat sebagai pegawai.

"Kan masih banyak teman guru yang belum diangkat. Kalau di Jateng, tidak kurang dari 20 ribu guru honorer," kata Wakil Sekretaris Umum PGRI Jateng Ngasbun Egar, di Semarang, Rabu (2/5).

Wakil direktur Program Pascasarjana Universitas PGRI Semarang itu mengakui pendidikan di indonesia sekarang ini dihadapkan pada ketercukupan tenaga guru karena banyak guru yang memasuki masa pensiun setiap tahunnya. "Pensiun ini kan berjalan alami. Namun, tidak diimbangi dengan pengangkatan guru baru untuk menggantikannya," katanya.

Akhirnya, kata dia, banyak guru yang kemudian direkrut dengan sistem honorer dan di beberapa daerah. Misalnya, dia menyontohkan, Kota Semarang menggunakan model pegawai non-aparatur sipil negara (non-ASN). 

Dia mengakui beberapa pemerintah daerah sudah mencoba memperbaiki kesejahteraan guru honorer. Caranya, dia menyatakan, menyetarakan gaji guru honorer atau non-ASN dengan upah minimum regional (UMR).

Menurut dia, upaya tersebut sudah lebih baik, tetapi sebenarnya masih kurang. Sebab, perekrutan guru non-ASN mensyaratkan ijazah sarjana (S-1) dan kompetensi yang berbeda dengan pekerja bidang lainnya.

"Begini, UMR itu kan mengatur penghasilan bagi buruh atau pekerja yang kompetensinya tidak seketat yang dipersyaratkan bagi guru. Masa begitu saja disamakan," katanya.

Artinya, kata dia, pemerintah mengharapkan tenaga guru yang direkrut itu bekerja secara profesional. Sebab, mereka juga ditugaskan menjadi pengampu kelas, dan sebagainya.

"Namun, para guru yang berstatus tidak tetap ini belum bisa sepenuhnya profesional karena apa yang mereka dapatkan belum sepenuhnya terstandar," katanya.

Oleh karena itu, Ngasbun mengharapkan adanya regulasi yang lebih memihak terhadap perbaikan kesejahteraan guru, terutama yang masih berstatus tidak tetap atau honorer. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement