Jumat 20 Apr 2018 19:15 WIB

Menciptakan Sekolah Sebagai Taman

Sekolah menyenangkan tidak cuma bisa diterapkan di sekolah swasta yang mahal

Rep: Fernan Rahadi/Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di SD Muhammadiyah Mantaran, Sleman, Yogyakarta
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di SD Muhammadiyah Mantaran, Sleman, Yogyakarta

REPUBLIKA.CO.ID,  Sekilas, jika dilihat dari luar, tak ada yang istimewa dari SD Negeri 2 Karangmloko. Bangunan bercat hijau muda yang terletak di Jalan Nglempong Sari Nomor 12 Sariharjo, Ngaglik, Kabupaten Sleman itu nyaris sama dengan bangunan SD-SD negeri yang lain di Indonesia. Tua, konservatif, serta jauh dari nuansa modern.

Akan tetapi setelah dilihat lebih dekat, SD yang berlokasi cukup jauh dari jalan raya tersebut terlihat cukup hidup. Dinding-dinding sekolah kaya akan berbagai macam pesan yang membangkitkan gairah bersekolah. Misalnya, terdapat spanduk yang bertuliskan 'Selamat Datang Insan Cendekia dan Berkarakter di Taman Ilmu' atau 'Budayakan 3S (Senyum-Sapa-Salam)'

Dinding-dinding sekolahnya pun penuh akan karya-karya siswa serta nasihat-nasihat baik para orang tua murid. Selain itu, satu perbedaan yang paling menonjol ada di masing-masing kelas, karena memiliki pola barisan bangku yang berbeda-beda. Mulai dari lingkaran, kotak-kotak, sampai lesehan di tikar jadi pemandangan lumrah proses belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa setiap harinya.

"Kita sering pula mengundang tamu-tamu dari berbagai latar profesi, misalnya pekan lalu kita datangkan polisi untuk memimpin upacara sekaligus memberikan motivasi," kata Kepala Sekolah SD Negeri 2 Karangmloko, Tatik Ambarwati, kepada Republika, beberapa waktu lalu.

Hal itu, lanjut Tatik, merupakan program pendidikan keluarga, yang merupakan ide original dan tidak ada di tempat lain. Itu merupakan program kemitraan sekolah dengan orang tua, termasuk komite, agar proses pembelajaran yang hendak diterapkan dapat harmonis antara sekolah dan rumah.

Program itu dilaksanakan misalkan dengan kelas orang tua (parenting class) atau kelas inspirasi, yang mengajarkan anak-anak percaya diri menyalurkan bakatnya. Menurut Tatik, semua itu dilaksanakan tidak lain dengan tujuan agar anak benar-benar merasa sekolah merupakan rumah kedua.

photo
Puluhan guru, kepala sekolah dan pengawas dari Kabupaten Banggai melakunan kunjungan studi banding me SD Negeri 2 Karangmloko Kabupaten Sleman, Kamis (14/9).

Senada, Ketua UPT SD Negeri 2 Karangmloko, Sarjimin mengibaratkan, mendidik anak-anak tidak bisa seperti orang membetulkan sepeda motor. Sebab anak tidak bisa dititipkan saja ke bengkel ditinggalkan, lalu setelah selesai diambil untuk dikendarai lagi.

Ia berpendapat, sekolah merupakan proses yang panjang, sehingga membutuhkan kreativitas dan inovasi agar pembelajaran yang ada dapat diterima dengan baik. Karenanya, walau baru setahun terakhir jadi jejaring Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), SD Negeri 2 Karangmloko sudah mampu menerapkan itu semua.

"Kondisi kelas itu berubah sesuai tema setiap harinya, pokoknya kita cari sampai anak-anak nyaman ketika belajar, sambil melakukan pendampingan yang ramah," ujar Sarjimin.

SD Muhammadiyah Mantaran pun tak jauh berbeda dengan SD Negeri 2 Karangmloko. Walau dari luar terlihat biasa-biasa saja seperti SD negeri pada umumnya, namun ternyata SD yang terletak di Mantaran, Trimulyo, Kabupaten Sleman menyuguhkan pernak-pernik yang penuh kreativitas begitu masuk ke bagian dalam.

Wali Kelas 2 SD Muhammadiyah Mantaran, Herry Purwanto mengatakan, setiap anak memiliki tipikal masing-masing dalam memahami materi. Setelah jam istirahat misalnya, konsentrasi anak-anak tentu sudah hilang karena lelah, lapar atau capek. Untuk itu, ia merasa, sebagai pengajar guru itu harus mampu mengkombinasikan model-model pembelajaran dalam mengajar. Menurut Herry, tujuannya tidak lain agar pengajaran yang ada dapat membuat siswa betah mengikutinya.

SD Muhammadiyah Mantaran sendiri merupakan salah satu sekolah model GSM, yang menerapkan pembelajaran menyenangkan dan bervariatif. Sejak bergabung dengan GSM, guru-guru merasa lebih tertantang menghadirkan metode dan strategi agar semangat anak senantiasa terjaga.

"Sebagai guru harus selalu siap dan sigap, kita harus selalu memfasilitasi apa yang diminta anak dalam pembelajaran," kata Herry.

Selain itu, guru harus bisa mengkondisikan situasi kelas agar anak-anak fokus belajar, dan mampu menghadirkan inovasi baru dalam mengajar. Ia melihat, GSM bisa menghadirkan beberapa solusi dalam pembelajaran dan pengelolaan kelas supaya menarik.

"Saya selalu berpikir membuat model dan metode pembelajaran yang menarik, mereka akan bersemangat ketika metode yang saya gunakan selalu berganti," ujar Herry.

 

photo
Kunjungan guru-guru SMP Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang ke SD Muhammadiyah Mantaran, Jum'at (23/3).

 

Tidak harus mahal

Pendiri GSM, Muhammad Nur Nur Rizal, meyakini sekolah menyenangkan tidak cuma bisa diterapkan di sekolah swasta yang mahal tetapi juga sekolah negeri. Oleh karena itulah, gerakan ini menyasar sekolah-sekolah negeri di pelosok yang bertempat di pinggiran perkotaan, atau desa serta sekolah-sekolah yang berisi anak-anak dari keluarga miskin atau kalangan marjinal. 

"Sekolah menyenangkan bisa diterapkan di semua sekolah karena konsepnya adalah pendidikan untuk semua," ujar Rizal.

Digagas pada tahun 2013 silam, saat ini GSM sudah memiliki puluhan sekolah jejaring di Kota Yogyakarta dan beberapa kota dan kabupaten di Indonesia. Saat ini, GSM tersebut diterapkan di 30 sekolah model di daerah Sleman, Yogyakarta, Gunungkidul, Kulonprogo, Semarang, Temanggung, Salatiga dan Rembang. 

Konsep dari GSM adalah ingin membawakan konsep yang dibawa bapak pendidikan Ki Hajar Dewantara secara modern dan milenial.  Menurut dia, GSM itu bukanlah sesuatu yang mewah, namun sekolah ramah anak yang diterapkan di keseharian. 

Sekolah masa depan, lanjut dia, yakni sekolah menyenangkan, yang memberi ruang tumbuhnya keunikan potensi setiap anak, serta sekolah yang membangun tiga aspek dasar keterampilan manusia untuk hidup di era digital yakni pola pikir yang terbuka, kompetensi abad 21 (berpikir kritis, kreatif, komunikatif, kolaboratif, pemecahan masalah) serta karakter moral dan etos kerja.

"GSM ini bisa menjadi pendekatan alternatif yang diyakini sesuai kebutuhan generasi milenial serta cita-cita bapak pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara, yakni mendirikan sekolah sebagai taman," ungkap Rizal.

Platform GSM diharapkan dapat menjadi counter narrative untuk memperbaiki kondisi 'gawat darurat pendidikan' yang telah dikemukan pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di antaranya maraknya kekerasan dan rendahnya nilai Program International Student Assessment (PISA) Indonesia.

Akar persoalan ini yang harus dibenahi dengan pendekatan tidak biasa dan tidak bisa prosedural. Itulah yang sekarang sedang diperjuangkan GSM dengan melibatkan sukarelawan, guru sebagai penerima manfaat tanpa memandang etnis atau keyakinan. "Kita sedang bekerja bersama untuk wajah masa depan pendidikan Indonesia yang memanusiakaan dan memerdekakan," tutur Rizal.

Pendekatan akar rumput ini diharapkan menjadi langkah alternatif yang berbeda dari narasi pengembangan pendidikan yang ada, dimana pengembangan pendidikan selalu berasal top down dari pemerintah atau program bantuan asing. Jikapun ada dari masyarakat atau swasta, sifatnya lebih pada bantuan akses atau infrastruktur seperti beasiswa, bedah kelas atau pengiriman guru bantu. 

"Sebaliknya, GSM menawarkan reformasi pada jantung atau pusat sistem pendidikan yakni mulai mindset, metode pengajaran, interaksi sosial, lingkungan belajar positif hingga ekosistem sekolah yang melibatkan," kata Novi Candra, salah satu inisiator GSM yang juga dosen fakultas Psikologi UGM.

photo
Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan, Muhammad Nur Rizal

 

Profesor dari Fakultas Pendidikan Monash University, Melbourne Australia, Marc Pruyn, mengaku terkesan setelah mengunjungi sejumlah sekolah model GSM. Ia menilai para guru di sekolah-sekolah tersebut ternyata banyak memiliki ide-ide segar tentang bagaimana seharusnya sistem pembelajaran di sekolah. 

"Saya melihat mereka (para guru-Red) sangat antusias dan memiliki banyak ide. Sebelumnya mereka tidak tahu cara menerapkannya dalam keseharian, namun kemudian setelah bergabung dengan GSM mereka mengenal konsep yang sangat praktis untuk melakukan perubahan di sekolah," kata Marc.

Menurut Marc, yang membuat menarik dari GSM adalah keberadaannya yang lebih merupakan sebuah gerakan ketimbang program, bersifat //bottom up//, dan bercorak demokratis. “Saya kira dengan adanya sedikit dana, GSM berpotensi untuk memperluas cakupannya dan memiliki dampak yang lebih besar di Indonesia," ujar Marc.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement