Friday, 17 Syawwal 1445 / 26 April 2024

Friday, 17 Syawwal 1445 / 26 April 2024

Lewat Pentas Seni, Waka MPR Ajak Orang Baik Masuk Politik

Sabtu 14 Apr 2018 11:12 WIB

Red: Budi Raharjo

Wakil Ketua MPR Muhaimin Iskandar

Wakil Ketua MPR Muhaimin Iskandar

Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Mari kita saling berpegang tangan mendudukan makna politik kebangsaan

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Angkringan Pendopo Dalem, Yogjakarta, Jumat malam, 13 April 2018, menjadi panggung hiburan rakyat. Malam itu berbagai pentas seni dan budaya seperti pembacaan puisi, stand up comedy, musik jazz, regae, pop, dan wayang hip hop disuguhkan kepada masyarakat.

Pertunjukan yang ada bukan pentas biasa sebab dalam acara itu didukung oleh Fajar Nugros, Erros Djarot, Moamar Emka, Syaharani, serta seniman dan budayawan Kota Yogjakarta. Hiburan yang dimulai pukul 19.00 hingga pukul 23.00 WIB itu merupakan kegiatan Sosialisasi Empat Pilar. Sebagai kegiatan MPR, Wakil Ketua MPR Muhaimin Iskandar hadir dan mengikuti acara itu sejak dibuka hingga selesai acara.

Pria yang akrab dipanggil Cak Imin, dalam sambutan, mengatakan akhir-akhir ini di tengah masyarakat terjadi dinamika media sosial dengan intesitas yang tinggi. Dalam media sosial tersebut terjadi saling silang pendapat sehingga membuat masyarakat terbelah dan berhadapan. "Hal demikian membuat ruang publik menjadi pengap," ujarnya.

Situasi yang demikian, menurut alumni UGM itu, diakibatkan politik yang tidak semestinya. Politik dianggap sebagai segala-galanya sehingga menjadi kering dan penuh amarah. Bagi Muhaimin, politik seharusnya penuh gagasan bukan menjadi sarana adu jago.

Menghadapai situasi yang demikian, mantan Ketua Umum PB PMII itu mengajak semua untuk berani keluar dari ruang pengap. "Mari kita saling berpegang tangan mendudukan makna politik yang sesungguhnya, yakni politik kebangsaan," paparnya.

Ditegaskan bahwa negeri ini adalah milik semua tanpa harus mengeliminasi salah satu pihak. Untuk itu bila ada yang menjadikan politik sebagai panglima maka harus diganti budaya sebagai panglima. "Budaya harus menjadi landasan berpikir untuk mengembalikan kedaulatan rakyat," ujar pria asal Jombang, Jawa Timur, itu.

Diungkapkan bangsa dan negara ini masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Nilai-nilai luhur bangsa, disebut mulai ditinggalkan. Dicontohkan demokrasi yang seharusnya permusyawarahan diganti dengan digantungkan pada elektabilitas sehingga orang yang memiliki elektabilitas tinggi akan menjadi pemimpin. "Pemimpin yang terpilih itu cerminan dari masyarakat," ungkapnya. "Hal demikian karena politik elektabilitas," tambahnya.

Muhaimin melihat fakta bahwa Pilkada yang ada sudah sangat liberal. "Yang punya uang yang menang," ungkapnya. Untuk itu dirinya mengajak mengevaluasi nilai-nilai yang tak sesuai dengan Empat Pilar.

Untuk menciptakan situasi politik yang sehat, dirinya menyebut harus ada pembenahan aturan Pemilu dan pendidikan politik bagi masyarakat. "Orang-orang yang baik harus kita ajak masuk dalam politik," paparnya. "Kita optimis ke depan masyarakat akan memilih pemimpin yang baik," tegasnya.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler