Rabu 04 Apr 2018 20:15 WIB

Kemendikbud Tepis Adanya Dugaan Sindikat 'Magang Palsu'

Kasus yang dimaksud bukan terjadi kepada siswa SMK, tetapi alumni SMK.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Ratna Puspita
Suasana di sebuah SMK. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Fauzi Ridwan
Suasana di sebuah SMK. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pembinaan SMK Kemendikbud M Bakrun menepis adanya dugaan sindikat perdagangan anak melalui program magang. Menurut dia, kasus yang dimaksud bukan terjadi kepada siswa SMK, tetapi pada alumni SMK.

"Saya coba langsung klarifikasi ke sekolah-sekolah yang bersangkutan. Misalnya ke Jawa Tengah, NTT tapi ternyata yang menjadi korban itu statusnya sudah alumni alias sudah lulus dari SMK," kata Bakrun kepada Republika, Rabu (4/4).

Bakrun bahkan, mempertanyakan data yang dirilis KPAI mengenai adanya dugaan sindikat perdagangan anak melalui program magang tersebut. Jika memang terjadi pada siswa SMK, lanjut dia, tentunya akan ada laporan secara resmi kepada pemerintah pusat dalam hal ini Kemendikbud.

Bakrun mengungkapkan, istilah untuk siswa SMK yang melakukan praktek kerja lapangan biasanya disebut prakerin atau praktek kerja industri. Dia menambahkan magang biasanya ditujukan bagi orang yang telah lulus sekolah dan akan bekerja di suatu perusaan.

"Makanya saya perlu luruskan ini. Saya juga akan meminta KPAI untuk menjelaskan data yang dirilis kemarin itu dari mana sumbernya," jelas Bakrun.

Untuk kasus di NTT, dia menjelaskan, memang ada beberapa siswa yang melakukan prakerin ke luar negeri selama tiga bulan. Namun, dia menyatakan, itu didampingi oleh guru yang bersangkutan selama tiga bulan tersebut.

Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta, agar semua sekolah menengah kejuruan (SMK) mewaspadai modus baru sindikat perdagangan anak dengan modus program magang palsu ke luar negeri. Modus baru tersebut, saat ini diduga marak dilakukan di daerah-daerah yang menjadi kantong tenaga kerja migran Indonesia.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Lystiarti mengatakan, sindikat perdagangan orang tersebut diduga kuat kerap beroperasi di berbagai sekolah kejuruan di Nusa Tenggara Timur. Sindikat tersebut, jelas dia, merayu para siswa untuk diberangkatkan ke luar negeri secara mudah, tanpa sertifikasi kompetisi alias pelatihan, menggunakan paspor dengan visa kunjungan, serta tanpa kartu tenaga kerja luar negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement