Ahad 25 Mar 2018 13:55 WIB

Pengusaha Binaan Telkom Rambah Pasar Asia

Telkom Craft berupaya membuat pengusaha muda terinspirasi bersaing secara global.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Gita Amanda
Telkom Craft Indonesia 2018.
Foto: Telkom Indonesia
Telkom Craft Indonesia 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Telkom Craft Indonesia 2018 yang mengangkat tema pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) sebagai pahlawan bangsa untuk bersaing secara global, diikuti oleh banyak pengusaha muda inspiratif. Salah satu binaan PT Telkom di ajang bergengsi itu bahkan telah berhasil menembus pasar Asia.

Dia adalah Mulatsih Wiyanti (31 tahun) dari Bantul. Kepekaannya terhadap lingkungan, membuatnya berhasil merambah pasar di Asia. Produk aksesorisnya telah dikirim ke Singapura dan Filipina. Menurut Mulatsih, ia menggunakan bahan seperti kawat tembaga, kayu, dan bahan-bahan yang bisa di daur ulang lainnya.

"Karena banyak sisa-sisa limbahnya yang tidak terpakai, saya berani berkreasi bersama teman-teman," ujar Mulatsih dalam siaran persnya, Ahad (25/3).

Menurut Mulatsih, meskipun sibuk mengurusi restoran di Magelang, ia memberanikan diri merintis usaha aksesoris yang sudah digeluti selama empat tahun ini. "Khusus yang merangkai dengan kawat tembaga, itu masih saya lakukan sendiri karena butuh kejelian," katanya.

Selain itu, kata dia, batu-batu unik dari pacitan juga oleh dirinya dikombinasikan dengan bahan-bahan daur ulang. Sehingga, terlihat semakin elegan. Setiap desain aksesoris yang dibuatnya pun, tidak akan diproduksi lagi, sehingga konsumen bisa tampil unik dan berbeda.

"Konsumennya berkisar antara usia 20 hingga 40 tahun," katanya.

Mulatsih menargetkan, ke depannya,UKM yang ia namai Wint Craftnesia ini akan memiliki laman sendiri. Ia pun memberi semangat bagi calon pengusaha lainnya agar tidak perlu khawatir barangnya tidak akan laku. Sebab menurutnya, yang terpenting adalah produk tersebut punya ciri khas dan berdasarkan passion.

Sementara UKM Binaan Telkom lainnya, Ubaydillah (34 tahun) menjual kerupuk kulit sapi yang biasa disebut dorokdok oleh orang Sunda. Dengan kreativitas Ubaydillah, dorokdok dengan Merek Abang Gendut ini berbeda dengan yang lain. Krupuk memiliki rasa original, asin, dan pedas dengan harga jual Rp 17 ribu.

Walaupun, latar belakang Ubay dari teknik industri dan telah cukup lama bekerja di salah satu pabrik, tidak membuatnya buta melihat peluang bisnis. Ia melihat, selama ini dorokdok hanya dipasarkan di pusat oleh-oleh atau penjaja keliling dan tidak banyak yang berani mengemas secara menarik hingga memasuki dunia retail.

"Awalnya memang banyak yang memandang sebelah mata ketika saya mencoba menitipkan dorokdok ini. Selalu saja ditolak," katanya.

Saat ini, kata dia, ia masih memproduksi produknya di rumah dengan enam karyawan. Setiap harinya, Abang Gendut memproduksi 10 kilogram (kg) dorokdok. Ia menyambut baik, Event Telkom Craft Indonesia karena membuat ia terpacu dan banyak belajar dari UKM lainnya.

Ubay juga semakin memperluas pemasaran produknya. Tak hanya Bandung, kini sejumlah negara seperti Rusia dan Arab Saudi pun sudah memberi tawaran. Namun, Ubay masih belum bisa menyanggupi.

Semangat pengusaha muda juga terpancar dari pemilik Orange Button, Reni Rengganis. Di usianya yang baru memasuki awal 30-an, ia sudah mengajar bisnis management di Telkom University. Tidak mau kalah, ia turut memasarkan produknya di Event Telkom Craft Indonesia. Ia memproduksi pakaian untuk balita, baik laki-laki ataupun perempuan. Keunikan produknya tersebut adalah membuat balita nyaman ketika beraktivitas.

"Kami nggak bermain di renda dan sablon. Cukup bahan yang bermotif saja," katanya.

Reni mengaku, tak jarang ia juga menemui hambatan seperi kurangnya bahan apabila ingin memproduksi ulang. Namun, ke depannya ia tetap yakin bisa meningkatkan omzet dan produknya semakin dikenal.

"Saya suka memotivasi mahasiswa saya juga. Kalau jadi wirausaha itu enak, tidur siang saja sudah dapat duit," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement