Rabu 21 Feb 2018 17:53 WIB

Kinerja Profesor Perguruan Tinggi Dinilai Perlu Dievaluasi

Banyak profesor yang hanya sibuk mengajar.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Dwi Murdaningsih
Dosen yang sedang mengajar para mahasiswa (ilustrasi)
Foto: theguardian.com
Dosen yang sedang mengajar para mahasiswa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Ali Khomsan menilai adanya urgensi evaluasi kinerja profesor. Sebab, merujuk pada data evaluasi akhir tahun 2017, ada 2.678 profesor yang tidak memenuhi syarat publikasi sesuai dengan Permenristekdikti Nomor 20/2017.

Ali mengatakan, jumlah profesor di seluruh perguruan tinggi di Indonesia mencapai 5.366 profesor. Namun, yang mengirimkan dokumen kepada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk dievaluasi hanya 80,1 persen atau sekitar 4.299 profesor. Parahnya, hanya hanya 1.551 yang telah memenuhi syarat publikasi sesuai syarat.

"Itu artinya banyak profesor yang hanya sibuk mengajar atau bekerja di luar perguruan tinggi semisal menjadi konsultan, sehingga karya publikasinya sangat kurang," kata Ali kepada Republika.co.id, Rabu (21/2).

Menurut dia, profesor atau guru besar di perguruan tinggi telah menikmati tunjangan sertifikasi dan tunjangan kehormatan profesor yang besarnya tiga kali gaji pokok. Sehingga seorang profesor, kini bisa mendapatkan take home pay sekitar Rp 22 juta sebulan. Padahal, sebelum ada kebijakan tentang tunjangan profesor, gaji guru besar hanya sekitar Rp 7 juta saja.

Karena itu, dia menegaskan, upaya pemerintah mensejahterakan guru besar semestinya harus disertai tuntutan agar semua profesor bisa melaksanakan tugasnya lebih baik, profesional dan performananya yang semakin meningkat.

Sebab, hanya ada dua hal besar yang harus diperhatikan terkait kinerja profesor yaitu publikasi dalam bentuk buku dan diseminasi riset melalui jurnal ilmiah internasional. Dan jika pada kenyataannya, kewajiban profesor tidak dikerjakan secara optimal, maka evaluasi sangat perlu dilakukan.

"Nah maka dari itu para dosen harus bisa berkarya di perguruan tinggi masing-masing. Jangan sampai dosen lebih banyak bekerja di luar (dosen asongan?) daripada di kampusnya sendiri," kata Ali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement