Kamis 08 Feb 2018 10:27 WIB

Guru Perlu Keterampilan Tangani Kekerasan di Sekolah

Guru diminta tidak menyelesaikan masalah siswa yang bermasalah sendirian.

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo (kanan) didampingi Wakil Sekjen FSGI Satriwan Salim menberikan keterangan catatan akhir tahun pedididkan 2017 di Gedung LBH Jakarta, Senin (26/12).
Foto: Republika/Prayogi
Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo (kanan) didampingi Wakil Sekjen FSGI Satriwan Salim menberikan keterangan catatan akhir tahun pedididkan 2017 di Gedung LBH Jakarta, Senin (26/12).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo meminta guru untuk tidak menyelesaikan masalah siswa yang bermasalah sendirian. Guru tetap harus melibatkan orang tua dan juga sekolah.

"Terkait penanganan siswa bermasalah di sekolah hendaknya dilepaskan dari guru secara pribadi, tetapi merupakan penangan satuan pendidikan dengan orang tua. Jadi tidak ada guru yang boleh bertindak sendiri," ujar Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo, di Jakarta, Kamis (8/2).

FSGI menegaskan bahwa guru harus dilindungi. Oleh karena itu, jangan biarkan guru selesaikan masalah dalam keprofesian sendiri sehingga anak yang diberi sanksi akan melampiaskan dendam pada guru tersebut, bukan manajemen sekolah secara bersama atas nama institusi.

"Kasus kekerasan di sekolah merupakan salah satunya, kasus Sampang seharusnya menjadi momentum para pendidik melalui organisasi-organisasi profesi guru untuk mendorong pemerintah memperbaiki sistem pendidikan dan sistem perlindungan guru dalam menjalankan profesinya." katanya.

Guru seharusya mendapatkan pelatihan yang tidak melulu metode pembelajaran, tetapi juga keterampilan mencegah dan menangani kekerasan di sekolah. Selain itu, pemerintah juga harus membuat program berkelanjutan untuk meningkatkan kapasitas guru terutama dalam mencegah dan menangani kekerasan di sekolah.

"Karena, banyak guru yang tidak paham bagaimana mengatasi perilaku menyimpang siswa di kelas. Kasus yang terjadi di Sampang itu mungkin bisa juga karena cara guru mengatasi siswa dengan kurang tepat," kata dia.

Dia menjelaskan banyak guru yang tidak dibekali atau bahkan tidak mau mempelajarinya karena para guru berpikir yang penting ilmu pengetahuan sudah disampaikan ke siswa.

"Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) juga perlu mengevaluasi kurikulum di sekolah keguruan. Seharusnya kurikulum di kampus pendidikan guru terdapat ilmu psikologi anak dan ilmu manajemen kelas dan perilaku, yaitu bagaimana menghadapi siswa yang keras dan siswa pembangkang." katanya

Dia menambahkan sebagian besar para guru di Indonesia masih gagap dalam mencegah dan menangani kekerasan di sekolah, karena memang tidak pernah dibekali saat kuliah keguruan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement