Kamis 28 Dec 2017 11:54 WIB

IPB Bertekad Menjadi Techno-Socio-Entrepreneurial University

Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB)
Foto: antara
Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Menjelang berakhirnya 2017 Institut Pertanian Bogor (IPB) melantik rektor baru untuk periode 2017-2022, di tangan Dr Arif Satria kampus pertanian terbesar itu diharapkan bertransformasi menjadi lebih muda dan lincah menuju Techno-socio-entrepreneurial university.

Arif Satria terpilih secara musyawarah mufakat menggantikan Prof Herry Suhardiyanto yang telah 10 tahun mengarungi biduk sebagai rektor.  Di lingkup IPB, Arif menjadi rektor termuda yang pernah ada, ia dilantik pada usia 46 tahun dan mendapat julukan rektor millenial. Sebelumnya ia menjabat sebagai Dekan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA).

Meski belum bergelar profesor, lulusan program doktoral bidang kebijakan laut dari universitas Kagoshima, Jepang, ini sedang menyusun kajian bidang ekologi untuk mendapat gelar guru besar. Arif menilai tantangan yang dihadapi IPB ke depan tidaklah mudah, banyak dinamika yang akan dihadapi, sedikitnya ada empat dinamika yang membutuhkan cara pandang yang luas untuk dilalui.

Pertama, era disrupsi yang dihadapi saat ini penuh dengan ketidakpastian, turbulensi, dan kompleksitas yang harus disikapi dengan cermat oleh IPB.

Menurutnya era disrupsi distimulasi oleh kemajuan teknologi digital menuntut IPB untuk lebih peka terhadap sinyal-sinyal perubahan, baik cara berfikir, budaya kerja, proses bisnis maupun organisasi.

"Lebih-lebih kini generasi Millenial memiliki karakter serta tuntutan kebutuhan sangat berbeda dengan generasi sebelumnya," kata dia.

Kedua, globalisasi di ranah pendidikan tinggi bermakna hilangnya semua sekat yang membatasi arus perpindahan apapun, persaingan pendidikan tinggi menjadi sangat terbuka dan akan semakit ketat.

Menurut Arif IPB sebagai knowledge entreprise tidak hanya dituntut berkompetisi di tingkat lokal melainkan juga regional bahkan internasional, serta mampu berkontribusi dan menjadi solusi permasalahan bangsa melalui Tridharmanya.

Ketiga, status IPB sebagai PTM Berbadan Hukum sebagai poin of no return yang perlu dipastikan berbagai regulasi berkaitan dengan status tersebut jelas sehingga memberikan kepastian dan kelincahan ruang gerak untuk IPB.

Keempat, lanjut Arif, permasalahan dan tantangan nasional maupun global di masa mendatang semakin kompleks. Menurutnya perubahan struktur demografi adanya bonus demografi akan menjadi peluang bagi IPB untuk memiliki SDM unggul di bidang pertanian sekaligus mengatasi krisis regenerasi petani.

"Regenerasi petani mengalami hambatan karena menurunnya minat pemuda untuk terjun di dunia pertanian hanya 39 persen," katanya.

IPB juga menyelaraskan tantangannya dengan isu global yang hadapi dunia saat ini yakni, persoalan pangan, air, energi, dan perubahan iklim untuk merespon permasalahan kelangkaan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan berdampak besar pada tatanan ekonomi, menciptakan kemiskinan dan kualitas hidup yang rendah di berbagai belahan dunia.

Selama 10 tahun di bawah kepemimpinan Herry Suhardiyantao banyak capaian yang telah diraih dan prestasi yang diukir oleh IPB. Di antara banyaknya capaian yang telah diraih IPB, dari sisi kapasitas kelembagaan, enam pusat studi IPB berhasil memperoleh penetapan sebagai Pusat Unggulan Iptek (PUI) nasional oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

"Sementara itu, jumlah publikasi ilmiah nasional maupun internasional terus meningkat," katanya.

Jumlah publikasi nasional setiap tahunnya rata-rata mencapai 500 artikel, sedangkan jumlah publikasi internasional yang terindeks "Scopus" tahun 2017 sampai tanggal 14 Desember mencapai 659 artikel atau secara kumulatif mencapai 3.672 publikasi, terbanyak keempat di Indonesia.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement