DPR Sebut Defisit di RAPBN 2018 Harus Dikelola dengan Cermat

Jumat , 06 Oct 2017, 19:54 WIB
Anggota Komisi XI DPR, Ecky Awal Mucharam
Anggota Komisi XI DPR, Ecky Awal Mucharam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam meminta agar pemerintah harus lebih hati-hati ketika menetapkan defisit anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2018. Menurutnya rencana defisit anggaran memang lebih kecil apabila dibandingkan dua tahun terakhir.

Meski akan tetapi penambahan pembiayaan yang mencapai Rp 399 triliun di tahun 2018 dapat mendorong debt to gdp ratio Indonesia mencapai di atas 29 persen. "Defisit anggaran Pemerintah pada dasarnya menyebabkan crowding out investasi swasta, yang tentu semakin menekan sektor swasta di tahun 2018," ujar Ecky dalam siaran persnya yang diterima Republika.co.id, Jumat (6/10).

Disebutkan, hal lain yang perlu jadi catatan adalah tidak optimalnya penggunaan utang pemerintah, terlihat dari besar Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) pada tahun 2015 dan 2016 yang berturut-turut sebesar Rp 24 triliun dan Rp 26 triliun. "Adanya SILPA artinya Pemerintah merugi karena berutang tetapi tidak digunakan dan sudah menanggung beban bunga yang ada,” ujar Ecky.

Yang tak kalah pentingnya, katanya lagi, pemerintah harus menetapkan target penerimaan dengan kredibel serta bekerja keras dengan target penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.609,4 triliun di 2018. Diperlukan upaya dan strategi yang tepat untuk meningkatkan rasio pajak yang tahun lalu hanya sebesar 10,36 persen di mana itu menjadi yang terendah sejak 2008. "Dengan realisasi penerimaan yang meleset, defisit akan semakin melebar dan ini berbahaya,” ujar Ecky.