Sabtu 19 Aug 2017 03:07 WIB
HUT Bung Hatta

Hatta Belajar Ekonomi Sampai ke Negeri Belanda

Bung Hatta
Pesanggerahan Muntok. Di bangunan ini Sukarno dan Mohammad Hatta serta sejumlah tokoh lainnya tinggal selama masa pengasingan oleh Belanda di Kota Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung. Di gedung yang kini dikenal sebagai Wisma Ranggam i

Pulang ke Tanah Air pada 1932, Hatta langsung mengambil alih kepemimpinan Partai Nasional Indonesia (PNI). Pendiri partai tersebut, Sukarno, tengah dipenjarakan Belanda saat itu. Hatta bersama Sutan Sjahrir memimpin para kader yang mengimpikan kaderisasi melalui pendidikan alih-alih populisme yang diangankan kader-kader PNI yang menggabungkan diri dalam Partai Indonesia (Partindo). Ini silang pikiran pertama Hatta dengan Sukarno yang setelah bebas pada akhir 1932 memilih bergabung ke Partindo.

Pada 1934, pemerintahan kolonial Belanda akhirnya menangkap Hatta dan Sjahrir, kemudian membuang keduanya ke Boven Digul, Papua, dan kemudian Banda, Maluku. Di pengasingan, Hatta merapikan pemikirannya melalui hari-hari yang ia habiskan dengan membaca dan menulis.

Pemikirannya soal bahaya ketergantungan pada modal pinjaman asing ia hasilkan dari masa-masa di pengasingan. Demikian juga dengan keyakinan soal kelindan abadi antara kapitalisme dan krisis ekonomi. Kedekatannya dengan warga setempat di pembuangan juga memantapkan prinsipnya bahwa rakyat adalah yang utamanya harus diuntungkan perekonomian bangsa nantinya.

Sepanjang di pembuangan, Hatta tak lelah mengkampanyekan pentingnya warga lokal membentuk koperasi. Di Banda, Hatta bersama Iwa Kusumasumantri juga kerap berinteraksi dengan tokoh peranakan Arab yang mengajari mereka tafsir Alquran dan kisah-kisah dari masa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

Saat kemerdekaan tiba, pemikiran-pemikiran yang telah ia matangkan tersebut berujung dalam pasal-pasal di konstitusi. Sumbangsih utamanya terletak dalam klausul bahwa perekonomian bangsa harus bersifat kekeluargaan, sumber daya alam mesti sepenuhnya dikendalikan negara untuk kemakmuran rakyat, dan pemeliharaan fakir miskin dan anak-anak telantar oleh negara.

Disibukkan dengan politik selama menjabat sebagai wakil presiden, Hatta tak berhenti mengampanyekan koperasi. Salah satu pidato monumentalnya, pada 12 Juli 1947, dukungannya terhadap koperasi mengejawantah dalam pembentukan Sentral Organisasi Koperasi Seluruh Indonesia (Sokri) di Tasikmalaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement