Rabu 02 Aug 2017 17:42 WIB

Kemampuan Dosen dalam Menulis Jurnal Masih Rendah

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Karta Raharja Ucu
Jurnal Ilmiah. Ilustrasi
Foto: scientificjournal.com
Jurnal Ilmiah. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kemampuan dosen dalam menulis jurnal internasional di Indonesia masih sangat rendah dibanding dengan negara ASEAN. Termasuk, negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina.

Menurut Pakar Komunikasi, Prof Deddy Mulyana, jika dilihat dari sisi jumlah maupun porsi, jurnal internasional yang terindeks Scopus di Indonesia paling rendah dibanding negara tetangga. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya dosen di Indonesia dalam menulis jurnal internasional. Problemnya, antara lain bahasa. Karena bahasa Inggris bukan bahasa sehari-hari di negara kita.

"Jadi, memang enggak mudah untuk menulis karya ilmiah dalam bahasa Inggris," ujar Deddy kepada wartawan di sela-sela acara Milad ke-34 Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Unisba di Aula Unisba. Jalan Tamansari Kota Bandung, Rabu (2/8).

Menurut Deddy, harus ada langkah strategis untuk meningkatkan kemampuan dosen dalam menulis jurnal. Di antaranya melakukan lokakarya, sebab tidak serta merta dosen menulis tanpa persiapan terlebih dahulu. Selain itu harus ada langkah konkret, baik dari kementrian, perguruan tinggi, fakultas dan program studi (prodi) yang bersangkutan.

Saya menilai, kemampuan setiap dosen dalam menulis itu berbeda-beda. Sama dengan menulis bahasa Indonesia, ada yang sudah terbiasa, ada juga yang belum," kata Deddy seraya mengatakan kebiasaan menulis tentunya butuh dilatih karena butuh jam terbang. Apalagi, bahasa yang digunakan bahasa asing.

Selain itu, kata dia, dalam menulis jurnal harus memiliki literature review terkait. Selain itu, melakukan penelitian terdahulu dengan menggunakan literatur penelitian internasional, bahasanya pun jarang yang berbahasa Indonesia.

"Alhamdulillah, sekarang sudah ada progres dari kementerian untuk membenahi penulisan jurnal bagi dosen," katanya.

Langkah universitas pun, kata dia, harus dilakukan, dengan memberi insentif yang cukup besar bagi dosen yang menulis di jurnal internasional. Langkah konkret dan strategi, harus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dosen untuk menulis jurnal harus dimulai dari sekarang. Ini dilakukan, agar dosen di Indonesia bisa bersaing dengan negara lain.

Meski kita belum sejajar dengan mereka, minimal kita mengikuti dulu, kata Deddy.

Deddy mengatakan, banyak cara untuk memperbaiki kemampuan bahasa Inggris para dosen, misalnya dengan kursus atau pergi ke luar negeri dan mendatangkan native ke sini. Melakukan hal ini di zaman yang serba mudah tidaklah sulit. Apalagi, saat ini banyak program beasiswa sekolah di luar negeri.

"Yang tak kalah penting untuk menciptakan dosen yang produktif membuat jurnal harus dilakukan saat rektutmen dosen," katanya.

Menurut Deddy, seharusnya saat mengakat dosen harus yang bener-benar mau jadi akademisi, bukan karena pekerjaan semata. Di samping itu, berikan insentif atau gaji bagi dosen dengan cukup. "Agar mereka bisa leluasa untuk mengembangkan diri," katanya.

Sementara menurut Ketua Panitia Mila, Yeni Yuniati, pada milad kali ini, pihaknya mengaplikasikan hasil MoU dengan beberapa perguruan tinggi di Asia, khususnya ASEAN. Salah satunya dengan menggelar seminar internasional yang sudah dilakukan beberapa waktu lalu.

Dalam milad kali ini juga kami memberikan penghargaan dan apresiasi kepada tokoh komunikasi. Di antaranya kepada Prof. Deddy Mulyana, sebagai pakar komunikasi. Juga kepada Pak Alex Sobur, karena beliau banyak menulis buku komunikasi, kata Yeni.

Selain itu, kata dia, Ia pun memberikan apresiasi kepada Direktur Simbiosa Rekatama, Rema Karyanti Soenendar. Ia sebagai orang peneribitan yang banyak mengeluarkan buku-buku komunikasi. Dan, mantan rektor Unisba, Prof Thaufiq Boesoirie yang banyak mensupport Fikom Unisba selama ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement