Disparitas Harga Benih Sawit di Sulbar Perlu Dituntaskan

Selasa , 01 Aug 2017, 07:30 WIB
Petani mengangkat kelapa sawit
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Petani mengangkat kelapa sawit

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Roem Kono menyatakan persoalan disparitas harga hasil bumi di Sulawesi Barat (Sulbar) perlu menjadi sorotan pemerintah setempat, terutama disparitas harga kelapa sawit. Sebab, dia mendengar banyak keluhan dari petani sawit soal adanya ketimpangan harga.

Dia memaparkan, para petani Sulbar kerap mengeluhkan murahnya harga sawit yang dihasilkan dari kebun di Sulbar, ketimbang sawit yang didatangkan dari luar daerah. "Harus diperhatikan bersama-sama terutama hasil bumi, soal disparitas harga. Kadang harganya itu lebih rendah dari harga daerah lain. Sawit di sini lebih murah dibeli dari pada yang didatangkan dari Kalimantan, jadi ini harus diselidiki. Ini harus dituntaskan supaya petani kelapa sawit di sini tidak dirugikan," kata dia dalam kunjungan kerja reses anggota Komisi IV DPR ke Mamuju, Sulawesi Barat, Senin (31/7).

Sementara itu, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang menjelaskan petani kebun di Sulbar kemungkinan menanam benih kelapa sawit yang tidak jelas sumbernya. Misalnya, benih yang sebetulnya sudah harus dimusnahkan tapi masih digunakan petani. Atau, setelah mengetahui menanam kelapa sawit, petani kemudian mengambil benih dari kebun tetangganya untuk ditanam kembali.

Dengan mutu benih kelapa sawit yang kurang begitu bagus, tentu tidak bisa mengharapkan harga yang setara dengan benih berkualitas. Karena itu, menurut dia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tidak perlu turun tangan karena tidak ada persaingan usaha di Sulbar.

Petani Sulbar, lanjut Bambang, harus mempersiapkan benih kelapa sawit dengan maksimal. Seperti dengan mengawinsilangkan secara khusus kemudian dipelihara, dijaga hingga menjadi benih. "Harga benih satu butir itu minimal Rp 9.000. Nah mereka membeli benih-benih murah seharga Rp 2.000 hingga Rp 3.000 yang sebenarnya adalah benih palsu, yang ditanam, sehingga setelah dipanen ya mutunya kurang bagus," tutur dia.

Bambang mengatakan, peran pemerintah provinsi juga dibutuhkan untuk membina dan mensinergikan kebun-kebun petani kelapa sawit dengan industri. Ini untuk menjamin adanya tempat pengolahan dan pihak yang membeli. Selain itu, Gubernur Sulbar juga harus mengeluarkan Surat Keputusan soal penetapan Tandan Buah Segar (TBS).

"Perhitungannya oleh dinas perkebunan provinsi. Nanti ada ketetapan, berdasarkan indeksnya itu nanti ditetapkan berapa harga yang layak," ucap Bambang yang mendampingi kunjungan kerja reses anggota Komisi IV DPR di Mamuju, Sulbar.