REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Di era tahun 1970an hingga 1980an jagat otomotif di tanah air sempat diramaikan dengan hadirnya kendaraan merek Holden. Kini, kendaraan asal Australia itu tinggal sebuah kenangan lantaran pabriknya harus menghentikan produksi.
GM Holden Ltd sudah hadir di negeri kanguru itu selama hampir 100 tahun lalu. Perjalanan panjang anak usah dari General Motors AS, ini telah meraih tempat tersendiri bagi warga Australia. "Berakhirnya produk Holden di Australia sungguh menyedihkan bagi para pekerja atau warga Australia," kata Perdana Menteri Australia, Malcom Turnbull, Jumat (20/10).
Kabarnya produksi Holden akan dialihkan ke lokasi lain di Jerman yang dinilai lebih murah biaya produksinya lantaran sudah menerapkan teknologi yang lebih canggih. Langkah Holden itu mengikuti jejak Toyota Motor Corp dan Ford Motor Co yang lebih dahulu angkat kaki.
Turnbull berupaya keras agar penutupan ini jangan sampai menimbulkan gejolak khususnya di wilayah selatan Australia, tempat dimana pabrik Holden berada. Wilayah selatan kabarnya akan dikembangkan sebagai pusat industri pertahanan Australia.
Pemerintah Australia kabarnya telah meningkatkan belanja pertahanannya hingga 23,52 miliar dolar AS sampai 2022. Dana sebesar itu akan digunakan untuk membangun armada fregat bagi angkata laut, kendaraan lapis baja dan sejumlah kapal selam.
John Camillo, salah satu pejabat di serikat pekerja manufaktur di Australia Selatan menyatakan ada sekitar 2500 pekerja korban PHK yang membutuhkan uluran tangan pemerintah. "Mereka harus dapat bekerja lagi baik di industri pertahanan, tambang, atau dirgantara karena kami akan membuat kapal," kata Camillo.
Saat ini banyak warga Australia yang memilih kendaraan berukurang kecil karena pertimbangan efisiensi bahan bakar. Hal itu berlawanan dengan ciri Holden yang akrab dengan kendaraan berukuran besar. GM Holden telah memproduksi kendaraan di Australia sejak 1948.
Dalam beberapa bulan terahir, menurut data statistik setempat penjualan SUV di Australia mencapai angkat tertinggi mencapai 40 ribu unit lebih. "Konsumen menyukai kendaraan hemat bahan bakar dan SUV, banyak industri dari luar negeri yang menuai keuntungan dari perubahan selera pasar ini," kata William McGregor, analis industri pada IBISworld.
Ikuti Whatsapp Channel Republika
