Kamis 13 Jul 2017 02:52 WIB

Studi Ungkap Orang Indonesia Paling Malas Jalan Kaki

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Nur Aini
Jalan Kaki (Ilustrasi)
Jalan Kaki (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,STANFORD -- Apakah Anda merasa malas berjalan kaki dan terlalu mengandalkan kendaraan untuk menuju tempat yang tidak begitu jauh? Jika demikian, maka studi yang digagas para peneliti di Universitas Stanford, California, AS, berikut benar adanya.

Tim periset di sana menggunakan alat penghitung langkah di ponsel pintar untuk melacak aktivitas berjalan 700 ribu orang pada 46 negara di seluruh dunia. Penelitian dipimpin oleh Scott Delp, profesor bioteknologi yang mengklaim riset ini merupakan studi masif mengenai gerakan manusia.

Penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature itu mengungkap, rata-rata masyarakat global berjalan kaki sebanyak 4.961 langkah dalam sehari. Masyarakat yang paling rajin berjalan kaki adalah Hong Kong dan Cina, dengan jumlah rata-rata 6.880 dan 6.189 langkah dalam sehari.

Sebaliknya, bangsa yang paling malas berjalan kaki adalah Indonesia, di mana orang berjalan kaki rata-rata hanya 3.513 langkah sehari. Jumlah itu jauh di bawah rata-rata global, bahkan jika dibandingkan kebiasaan warga Amerika Serikat yaitu 4.774 langkah sehari.

Kabar baiknya, Delp dan tim mengungkap bahwa jumlah rata-rata langkah kaki itu tidak berbanding lurus dengan tingkat obesitas. Meski Indonesia berada dalam peringkat terbawah dalam jumlah berjalan kaki, bukan berarti tingkat obesitas Indonesia lebih tinggi daripada yang lain karena kuncinya ada pada variasi jumlah langkah.

Di negara-negara dengan tingkat obesitas rendah, orang-orang biasanya berjalan dalam jumlah yang sama setiap hari. Di negara-negara dengan tingkat obesitas yang lebih tinggi, ada kesenjangan lebih besar antara mereka yang sering dan jarang berjalan kaki, diistilahkan dengan 'ketidaksetaraan aktivitas'.

"Jika Anda membayangkan beberapa orang di suatu negara sebagai 'banyak beraktivitas' dan 'sedikit beraktivitas', ukuran jarak di antara keduanya adalah indikator kuat tingkat obesitas dalam masyarakat tersebut," kata Delp pada situs berita Stanford, dilansir dari laman USA Today.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement