Selasa 11 Jul 2017 18:23 WIB

Asosiasi Arsitektur Dorong Terwujudnya UU Arsitek

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Ketua Asosiasi Pendidikan Tinggi Arsitektur Indonesia Yandi Andri Yatmo dari UI (tengah), didampingi Adib Abadi dari ITB (kiri) dan Ilya Fadjar dari UII saat menggelar konferensi pers di Hotel Alana, Sleman, Selasa (11/7).
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Ketua Asosiasi Pendidikan Tinggi Arsitektur Indonesia Yandi Andri Yatmo dari UI (tengah), didampingi Adib Abadi dari ITB (kiri) dan Ilya Fadjar dari UII saat menggelar konferensi pers di Hotel Alana, Sleman, Selasa (11/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Asosiasi Pendidikan Tinggi Arsitektur Indonesia (Aptari) baru saja menggelar musyawarah nasional. Selain memilih kepengurusan periode baru, Undang-Undang (UU) tentang Arsitek menjadi pembahasan paling hangat di munas tersebut.

Ketua Aptari, Yandi Andri Yatmo dari Universitas Indonesia (UI) menuturkan, Indonesia jadi satu-satunya negara ASEAN yang belum memiliki UU tentang Arsitek. Ia melihat, belum hadirnya undang-undang itu membuat tidak sedikit arsitek Indonesia yang legalitasnya belum diakui di dunia internasonal.

"Selama ini jika ada arsitek luar yang datang (ke Indonesia) selalui dihargai, sedangkan kalau arsitek kita ke luar negeri kerap tidak diakui," kata Yandi, Selasa (11/7).

Meski begitu, ia menekankan sejumlah lembaga pendidikan arsitektur di Indonesia sudah masuk ke level internasional. Karenanya, sudah menjadi tugas asosiasi jadikan itu sebagai pendorong lembaga-lembaga pendidikan arsitektur lain, demi meningkatkan kualitas ke level internasional.

Senada, Adib Abadi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) merasa, perbedaan sistem yang ada membuat sertifikat yang dipegang arsitek Indonesia sering belum mendapat pengakuan. Tapi, ia menegaskan tanpa pengakuan itu tetap banyak arsitek alumni Indonesia yang kualitasnya internasional.

"Sebab di luar itu belajarnya lima tahun, kita empat tahun jadi perlu ada tambahan satu tahun," ujar Adib.

Untuk itu, ia menekankan kehadiran UU tentang Arsitektur sangat dibutuhkan di Indonesia, terutama demi memperkuat posisi tawar arsitek lokal di negara-negara lain. Selain itu, UU tentang Arsitektur tentu akan memiliki standar mutu, jadi kualitas itu bisa tersebar di seluruh Indonesia.

Namun, Ilya Fadjar Maharika dari Universitas Islam Indonesia (UII) mengingatkan, sekolah-sekolah di Indonesia sudah banyak yang akreditasinya sudah bertaraf internasional. Maka itu, harus selalu diingat kalau secara sistem, Indonesia sudah sejajar dengan internasional.

"Tapi, memang ada kesenjangan, itu yang harus jadi fokus, dan UU Arsitek itu dapat melindungi tidak cuma arsiteknya, tapi arsitektur di Tanah Air supaya tidak dieksploitasi," kata Ilya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement