Jumat 12 May 2017 13:54 WIB

Izin Belajar Mahasiswa Asing Dipermudah

Rep: Kabul Astuti/ Red: Ilham
Ilustrasi mahasiswa asing di Indonesia.
Ilustrasi mahasiswa asing di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan jumlah mahasiswa asing yang menempuh studi di perguruan tinggi merupakan salah satu aspek yang digunakan untuk mengukur kesiapan perguruan tinggi menghadapi persaingan global. Keberadaan mahasiswa asing ini menjadi pertimbangan dalam penilaian World Class University.

Direktur Jenderal Kelembagaan IPTEK DIKTI, Patdono Suwignjo mengatakan, perguruan tinggi di Indonesia saat ini mulai banyak dilirik mahasiswa asing untuk melanjutkan studi. Jumlah permohonan izin belajar bagi mahasiswa asing semakin meningkat, dengan kisaran 150 sampai dengan 500 permohonan setiap pekan.

"Sepanjang tahun 2016 sebanyak 6.967 Surat Izin Belajar merupakan salah satu syarat utama bagi mahasiswa asing untuk memperoleh dokumen keimigrasian berupa Visa Pelajar dan Izin Tinggal Terbatas atau ITAS yang diterbitkan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM," kata Patdono Suwignjo di Jakarta, Jumat (12/5).

Mahasiswa asing di Indonesia berdasarkan asal negaranya paling banyak dari Timor Leste 2.107 orang, disusul Malaysia 1.217 orang, Thailand 659 orang, Cina 456 orang, Korea Selatan 309 orang, Jepang 217 orang, Korea 215 orang, Jerman 156 orang, Belanda 139 orang, dan Perancis 136 orang. Adapun, perguruan tinggi penerima mahasiswa asing paling banyak adalah Universitas Gadjah Mada (UGM) 494 orang, Universitas Indonesia (UI) 349 orang, Universitas Sumatera Utara 335 orang, Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri 295 orang, dan Universitas Hasanuddin 256 orang.

Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) menjadi program studi paling banyak diminati mahasiswa asing. Total mahasiswa prodi BIPA di Indonesia berjumlah 717 orang. Ilmu Kedokteran juga banyak diminati mahasiswa asing, dengan populasi kurang lebih 628 orang, Manajemen 335 orang, Teknik Sipil 277 orang, dan Ilmu Manajemen 207 orang.

Patdono menyatakan, perlunya upaya perbaikan sistem dan prosedur layanan penerbitan izin belajar melalui pengembangan aplikasi Penerbitan Izin Belajar berbasis daring. Dengan aplikasi Penerbitan Izin Belajar Berbasis Daring, menurut Patdono layanan penerbitan izin belajar mahasiswa asing akan lebih efektif, tidak menyita waktu, akuntabel, dan efisien.

"Sistem ini merupakan salah satu upaya kementerian mendukung program internasionalisasi di perguruan tinggi," kata dia. Penandatanganan kerja sama antara Ditjen Kelembagaan Iptek Dikti dengan Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM tentang Layanan Izin Belajar dan Student Visa dilakukan di Gedung D Kementerian Ristekdikti, Jumat (12/5).

Ia membeberkan, sistem layanan ini sudah dirintis sejak Agustus 2014. Akhir November 2014 sampai akhir 2015, aplikasi tersebut mulai diujicobakan di 15 perguruan tinggi. Pada 31 Desember 2015 pemerintah resmi mengumumkan penggunaan aplikasi ini secara permanen. Seluruh perguruan tinggi yang merekrut mahasiswa asing diwajibkan menggunakan sistem ini.

Masa penerbitan Surat Izin Belajar rata-rata memakan waktu 6 hari kerja. Setelah data diinput ke perguruan tinggi tujuan oleh mahasiswa, perguruan tinggi akan menyerahkan ke Kementerian Ristekdikti. Berkas-berkas selanjutnya diperiksa Tim Clearing House. Tim ini bertugas memeriksa dan memastikan bahwa mahasiswa yang bersangkutan 'bersih', tidak pernah tersangkut kasus kriminal.

Jika lolos, akan diserahkan ke Kantor Imigrasi untuk dibuatkan surat izinnya. Kementerian juga melakukan visitasi keberadaan mahasiswa asing di daerah lokasi perguruan tinggi secara rutin untuk pengawasan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kecurangan dan masalah yang biasa dilakukan mahasiswa asing, seperti penyalahgunaan izin tinggal, habis masa izin tinggal, dan yang lain.

Patdono menambahkan, perjanjian kerja sama ini juga untuk mengintegrasikan sistem antara Layanan Penerbitan Izin Belajar Mahasiswa Asing yang dikelola Kementerian Ristek Dikti dengan layanan penerbitan Student Visa yang dikelola Ditjen Imigrasi. Kerja sama ini akan memudahkan proses administrasi mahasiswa asing yang belajar di Indonesia. Integrasi sistem ini ditargetkan rampung pada Agustus 2017.

Direktur Jenderal Imigrasi Ronny F Sompie mengatakan jika dokumen telah memenuhi persyaratan, Izin Belajar dan Student Visa dapat diperoleh dalam waktu satu pekan. Ini jauh singkat dibandingkan sebelumnya, yang bisa memakan waktu hingga dua bulan.

"Kerja sama ini merupakan terobosan yang dilakukan untuk menjawab permasalahan lambatnya pemberian izin belajar dan student visa bagi mahasiswa asing yang dikeluhkan selama ini,” ujar Ronny. Surat Izin Belajar itu maksimum berlaku dua tahun.

Sebelum ada kerjasama ini, Ronny mengatakan, belum ada visa khusus yang diberikan untuk mahasiswa asing. Mahasiswa asing yang belajar di Indonesia menggunakan visa biasa dengan nomor seri C. Dikatakan Ronny, kehadiran Student Visa akan mempermudah mahasiswa asing kuliah di perguruan tinggi Indonesia.

Dirjen Imigrasi Kemenkum HAM ini juga menyatakan akan mendukung program Visiting World Class Professor Kemenristekdikti dengan cara memberi kemudahan visa dan izin tinggal bagi professor luar negeri yang mengajar di Indonesia.

Direktur Pembinaan Kelembagaan Perguruan Tinggi Totok Prasetyo menambahkan tidak ada target dan batasan jumlah mahasiswa asing yang diterima di perguruan tinggi di Indonesia. Populasi mahasiswa asing di Indonesia belum ada 7000 orang. Aplikasi daring ini diharapkan bisa mendongkrak jumlah mahasiswa asing di Indonesia karena selain memangkas waktu, juga lebih aman.

"Untuk world class university memang ada perhitungan porsi berapa perbandingan atau persentase mahasiswa asing yang di ada sana. Semua Kantor Urusan Internasional (KUI) harus terintegrasi online di masing-masing kampus. Kami mintakan perguruan tinggi ada kelas internasional juga," ujar Totok.

Lebih lanjut, Totok menyampaikan program studi yang ditawarkan perguruan tinggi sangat mempengaruhi minat mahasiswa asing. Ada prodi-prodi tertentu yang digemari. Misalkan, mahasiswa asal Afrika banyak tertarik belajar ekonomi Islam dan ilmu-ilmu syariah. Untuk menambah daya tarik, kata Totok, perguruan tinggi juga kerap mengikuti pameran pendidikan di luar negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement