Rabu 12 Apr 2017 12:32 WIB

SBSN untuk Madrasah dalam Bahasan Kemenag-Bappenas

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto
Direktur Utama BSM Agus Sudiarto (kedua kanan) berbincang dengan Direktur Pembiayaan Syariah Kementerian Keuangan, Suminto (kedua kiri) serta Direktur Wolesale Banking BSM, Kusman Yadi (kiri) dan Direktur Finance and Strategy BSM, Agus Dwi Handoyo (Ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Direktur Utama BSM Agus Sudiarto (kedua kanan) berbincang dengan Direktur Pembiayaan Syariah Kementerian Keuangan, Suminto (kedua kiri) serta Direktur Wolesale Banking BSM, Kusman Yadi (kiri) dan Direktur Finance and Strategy BSM, Agus Dwi Handoyo (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemanfaatan surat berharga syariah negara (SBSN) untuk pengembangan dan pembangunan madrasah masih dalam bahasan antara Kementerian Agama dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Rencananya, SBSN yang akan digunakan adalah sukuk berbasis proyek (SBP).

Direktur Pembiayaan Syariah Ditjen Pembiyaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan Suminto menyampaikan, untuk tahun anggaran 2018, Kemenag memang mengusulkan pembiayaan madrasah melalui SBSN kepada Bappenas. "Namun berapa besarya, proyek apa, dan dimana lokasinya masih dalam pembahasan dengan Bappenas," ungkap Suminto melalui pesan aplikasi daring kepada Republika, Selasa (11/4).

Rencananya, SBSN yang akan digunakan untuk madrasah adalah SBP. Dalam rangka mendukung pembiayaan infrastruktur, sebagian dari penerbitan SBSN SBP digunakan untuk membiayai proyek atau kegiatan tertentu yang sudah ditetapkan sejak awal tahun anggaran. Sejauh ini, proyek atau kegiatan yang dibiayai dengan SBSN PBS itu adalah proyek-proyek di Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Agama.

Pada 2014, Kemenkeu menerbitkan PBS sebesar Rp 1,57 triliun dimana Rp 200 miliar di antaranya untuk proyek infrastruktur di Kemenag berupa revitalisasi dan pengembangan asrama haji di empat embarkasi. Pada 2015, dari Rp 7,13 triliun PBS yang diterbitkan, Rp 675 miliar dialokasikan untuk proyek infrastruktur di Kemenag yakni revitalisasi dan pengembangan asrama haji di delapan embarkasi senilai Rp 383 miliar, pembangunan dan rehabilitasi balai nikah serta sarana manasik haji di 19 KUA senilai Rp 11 miliar, pembangunan gedung dan sarana di tujuh perguruan tinggi keagamaan Islam negeri (PTKIN) senilai Rp 281 miliar.

Pada 2016, dari penerbitan SBP sebesar Rp 13,67 triliun, Kemenag menerima alokasi sebesar Rp 1,468 triliun. Dana itu digunakan untuk membangun dan merevitalisasi asrama haji di tujuh embarkasi senilai Rp 390 miliar, pembangunan dan rehabilitasi balai nikah serta fasilitas manasik haji di 181 KUA sebesar Rp 183 miliar, serta pembangunan gedung dan sarana di 25 PTKIN sebesar Rp 895 miliar.

Pada 2017 ini, dari penerbitan SBP sebesar Rp 16,76 triliun, alokasi untuk Kemenag sebesar Rp 1,792 triliun. Dana itu masih digunakan untuk revitalisasi dan pembangunan asrama haji di 11 embarkasi senilai Rp 424 miliar, pembangunan dan rehabilitasi balai nikai serta fasilitas manasik haji di 256 KUA senilai Rp 315 miliar, serta pembangunan gedung dan sarana di 32 PTKIN senilai Rp 1,051 triliun.

Selain itu Kemenkeu juga menerbitkan sukuk dana haji Indonesia (SDHI). SDHI, lanjut Suminto, diperuntukkan bagi penempatan dana haji dengan imbalan berdasarkan tingkat imbal hasil di pasar (market rate). Dengan kata lain, Kemenag menerima imbalan SDHI berdasarkan market rate secara penuh. Hasil penerbitan SDHI digunakan oleh Pemerintah untuk pembiayaan defisit APBN secara umum (general financing), tidak dikhususkan untuk membiayai proyek atau kegiatan tertentu.

Sebelumnya, Menteri Agama menyatakan, ingin memanfaatkan surat berharga syariah negara (SBSN) untuk meningkatkan kualitas maupun fasilitas madrasah. Menag ingin kualitas madrasah bisa mumpuni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement