Kamis 06 Apr 2017 21:34 WIB

Pemangkasan Anggaran Pendidikan Melanggar Konstitusi

Rep: Ali Mansur/ Red: Ilham
Anak Indonesia butuh anggaran pendidikan (ilustrasi).
Anak Indonesia butuh anggaran pendidikan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fikri Faqih menilai keluarnya Instruksi Presiden Jokowi kepada Menteri Keuangan untuk mengurangi anggaran pendidikan 20 persen dari APBN, melanggar konstitusi. Sebab, Pasal 31 UUD 1945 ayat (4) menyebutkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan.

“Diskusi soal ini, kita bisa belajar dari dana abadi umat di Kementerian Agama yang mengantongi investasi hingga mencapai sekitar 80 triliun. Tapi masyarakat susah mengakses, malah yang terjadi banyak menjadi kasus hukum,” jelas Fikri Faqih di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (6/4).

Diketahui, dalam pembahasan Pagu Indikatif RAPBN-P 2017 di Sidang Kabinet Paripurna, Selasa (4/4), silam, Presiden Jokowi menjelaskan dana pendidikan yang besar selama ini terlalu bersifat rutinitas dan tidak tepat sasaran dan guna dalam penyerapan. Oleh karena itu, Presiden Jokowi meminta agar alokasi anggaran tersebut dialihkan ke Dana Abadi Pendidikan agar dapat membiayai program pascasarjana hingga doktor di luar negeri.

“Kondisi keuangan negara yang lagi sulit seperti ini boleh saja ada pengetatan keuangan di segala bidang. Tapi, tidak boleh mengurangi konsentrasi pembangunan manusia lewat pendidikan, karena akan berakibat fatal pada masa yang akan datang,” tambahnya.

Di sisi lain, Fikri menerangkan bahwa selama ini dana riil untuk lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi baru mencapai 6 persen (Rp 128,99 triliun) dari APBN yang besarnya sekitar Rp 2.080,45 triliun (APBN 2017). Sehingga, jika alokasi anggaran pendidikan benar mencapai 20 persen, maka akan mencapai Rp 416,09 triliun dari APBN. Meskipun demikian, Rp 12,83 triliun darinya dialokasikan untuk Kementerian/Lembaga Non-Pendidikan (kedinasan) dan Rp 268,18 triliun berupa transfer daerah.

“Nah, seharusnya yang perlu dibenahi adalah tidak tepat guna terutama untuk transfer daerah itu. Bukan malah dipangkas dan menjadi dana abadi pendidikan. Pemerintah harus bijak dan sebaiknya melihat kondisi pendidikan di daerah seperti apa,” kata Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement