Rabu 01 Mar 2017 14:56 WIB

Kemampuan Bahasa Siswa SMA Alami Kemunduran

Rep: Umi Nur Fadilah/ Red: Yudha Manggala P Putra
Kemendikbud mengeluarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi kelima.
Foto: Priyantono Oemar/ Republika
Kemendikbud mengeluarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi kelima.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyebut kemampuan bahasa pelajar kelas menengah atas di Indonesia mengalami kemunduran. Menurutnya itu akibat kurangnya dukungan literasi di sekolah.

"Problem, ternyata kemampuan bahasa anak kita jauh tertinggal, mundur empat tahun. Jadi kemampuan anak SMA kelas XII sama dengan SMP kelas VIII," kata dia dalam diskusi Bincang-bincang Kebangsaan dalam Perspektif Kebahasaan dan Kesastraan di Jakarta, Rabu (1/3).

Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu menjabarkan hal itu disebabkan kurangnya dukungan literasi di sekolah. Ia menyebut budaya literasi tidak cukup dengan memberikan lewat mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah.

Ia menyarankan, seharusnya sekolah tidak hanya menyediakan buku pelajaran pada anak-anak, tetapi juga karya sastra. Ia meyakini banyak manfaat yang dapat diserap saat anak-anak membaca produksi karya sastra klasik yang melegenda dan monumental dari sastrawan.

Sebab, selain memberikan ilmu pengetahuan, anak cenderung punya rasa keingintahuan lebih tinggi. Ia mengatakan hal itu yang belum dilakukan di lingkungan sekolah. "Lihat skema pengadaan buku, sebatas buku mata pelajaran. Belum ke arah ke berikan fasilitas sarana baca memadahi yang membuat anak keranjingan baca dan menulis sastra," tutur Muhadjir.

Pun hal itu dapat dilakukan orang tua dengan menyediakan berbagai macam buku di rumah. Jangan susun buku-buku itu di rak. Namun letakkan saja di manapun yang mudah dijangkau dan dilihat anak-anak.

"Kalau di lingkungan bisa mendidik seperti itu, bagus. Termasuk di sekolah. Produk buku yang bermutu karya sastra, ilmu pengetahuan yang ringan di sekolah harus mulai," ujar dia.

Muhadjir beranggapan, kurangnya ketertarikan pelajar terhadap budaya literasi di sekolah, dipengaruhi kesalahan guru tentang memaknai dan membaca buku. Menurutnya, selama ini guru mengajarkan anak membaca, tetapi tidak disertai dengan metode yang tepat.

Ia menduga, guru-guru itu tidak punya pengalaman metode membaca yang baik. Muhadjir mengapresiasi kebijakan yang pernah dibuat Anies Baswedan saat menjabat sebagai mendikbud, yakni mewajibkan pelajar membaca 15 menit sebelum memulai pelajaran.

Ia meyakini, apabila guru dapat memanfaatkan waktu 15 menit itu, maka mudah mewujudkan budaya literasi di lingkungan sekolah. "Tapi pas ke daerah, saya lihat guru malah bingung. Selain itu bukunya tak ada. Guru dulu, lebih cerdas. Guru pintar dorong murid membaca dengan baik," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement