Selasa 03 May 2016 23:12 WIB

Nikmatnya Kemenangan 46 di Jerez

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Fernan Rahadi
 Valentino Rossi melakukan selebrasi di podium Sirkuit Jerez
Foto: EPA/ROMAN RIOS
Valentino Rossi melakukan selebrasi di podium Sirkuit Jerez

REPUBLIKA.CO.ID, JEREZ -- Musim berat kembali mengadang seorang Valentino Rossi. Barikade batalion Spanyol di sirkuit kian sulit ditembus. Sebut saja Jorge Lorenzo, Marc Marquéz, Dani Pedrosa, Pol Espargaro, Aleix Espargaro, Hector Barbera, Alvaro Bautista, Tito Rabat, hingga si anak bawang, Maverick Vinales yang membayanginya di belakang.

Sembilan pembalap MotoGP 2016 berasal dari Spanyol, mendominasi hingga 42 persen di grid. Tak heran jika lagu kebangsaan Negeri Matador itu sudah berkumandang tiga kali dari empat balapan berjalan sebelum momen cheers champagne di podium tahun ini. "Pecahkan telur ke-10, pak tua," demikian teriakan para Rossifumi,  penggemar setia 46, dari berbagai belahan dunia.

Kemenangan the Doctor di Jerez akhir pekan lalu mengacak-acak kekuatan pembalap muda Spanyol. Darimana seorang rider berusia 37 tahun mendapatkan energi itu?

Ini persis seperti yang diungkapkan Rossi kepada Mat Oxley, jurnalis senior MotoGP, saat keduanya minum kopi bersama dua hari sebelum balapan. Rossi bercerita sepanjang karier balap profesionalnya, dia memiliki banyak saingan tangguh. Tiga terakhir adalah Casey Stoner, Lorenzo, dan Marquez. Di masa lalu dia juga bersaing ketat dengan Max Biaggi, Sete Gibernau, dan Loris Capirossi.

"Awalnya kamu balapan untuk piala dan juga uang, itu penting bagi semua orang. Tapi yang terpenting bagiku sekarang adalah rasa kemenangan, atau rasa ketika aku menjadi yang terbaik di babak kualifikasi, mengawali balapan di garis terdepan, berdiri di podium pertama, atau menjadi pembalap tercepat," kata Rossi.

Ucapan Rossi tersebut mengisyaratkan dirinya sekarang tak lagi mengejar uang atau piala, melainkan menorehkan gelar juara dunia ke-10, the taste of victory.

Legenda hidup ini tampaknya mencoba meninggalkan karakter lamanya yang suka bermain feeling di arena balap. Dulu dia boleh saja start dari posisi kelima atau ketujuh, lalu tiba-tiba finis pertama atau kedua. Dulu dia boleh saja menciptakan tontonan menegangkan di sirkuit dengan aksi salip menyalip yang berani dan sensasional. Sekarang saatnya berubah.

Pada Ahad (24/4), juara dunia sembilan kali itu membuktikan ucapannya dengan melangkah ke podium satu MotoGP untuk pertama kalinya sejak di Silverstone tahun lalu. Satu hal yang membuatnya patut diacungi jempol, tak segan menyesuaikan gaya membalapnya dengan para juniornya.

Kesalahan kecil namun fatal membuat Rossi pulang dengan poin nol di GP Austin 10 April lalu. Kopling YZRM1-nya overheat sehingga slip. Kekuatan motornya tak maksimal yang berujung kecelakaan. Tak ingin kejadian serupa terulang, di GP Jerez Rossi tak malu memakai sensor tuas kopling di kuda besinya.

Bayangkan, di era MotoGP yang sudah serba elektronik, seorang juara dunia sembilan kali memilih mengadopsi alat yang pernah digunakan di era MotoGP dua tak belasan tahun lalu oleh pembalap kelas pemula. Kopling di MotoGP sejatinya kini tak terpakai lagi, sebab sudah ada seamless gearbox untuk mengoper gigi otomatis.

Rossi bersikeras meminta teknisi Yamaha untuk memasangkan sensor tuas kopling itu di motornya supaya mendapat acuan settingan balap terbaik. Memang, sensor itu hanya dipakai sekali saat start pertama untuk mengail tenaga motor, namun fungsinya sangat penting bagi Rossi.

Pembalap yang baru saja memperpanjang kontraknya dengan Yamaha hingga 2018 ini menilai Sirkuit Jerez adalah kunci pembalap-pembalap MotoGP dalam menaklukkan race-race di Eropa. Rossi sukses membuat timnya terpana saat mengungguli Lorenzo 0,122 detik di babak kualifikasi yang mengantarnya ke pole position.

Rossi seperti menunjukkan pada semua orang bagaimana mengatasi Lorenzo yang dinobatkan sebagai pembalap dengan start tercepat dan terapi saat ini. Baik Rossi, Lorenzo, maupun Marquez juga menggunakan spesifikasi ban sama di Jerez, yaitu depan hard dan belakang medium. Jadi, tak ada lagi alasan teknis yang membedakan mereka, selain skil membalap.

Lorenzo sempat memberi perlawanan dengan mencoba menyalip Rossi memasuki lap ke-10, namun gagal. Rossi terus melaju kencang dan memperlebar gap hingga jarak tiga detik dari dua pembalap di belakangnya.

Rossi mengaku dia juga mengalami masalah serupa dengan Lorenzo dan Marquez, yaitu spinning ban belakang berlebihan, sehingga ban menjadi terlalu panas, motor bagian depan bergetar, hingga berpotensi menyebabkan kecelakaan. Hal ini kerap terjadi di trek lurus, khususnya di lap 10 dan 12.

The Doctor sukses mengukuhkan diri sebagai Raja Jerez setelah menang enam kali di 2001, 2003, 2005, 2007, 2009, dan 2016. Capaiannya akhir pekan lalu mempersingkat ketertinggalan poinnya dari Marquez menjadi 24 poin. Marquez sementara mengoleksi 82 poin, disusul Lorenzo 65 poin, dan Rossi 58 poin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement