Jumat 13 Jan 2017 15:00 WIB

KASN Minta Tambahan Wewenang

Red:

JAKARTA -- Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Waluyo menuturkan kewenangan KASN saat ini sebetulnya perlu diperkuat dalam mengawasi ASN. Dia menilai, KASN perlu diberikan kewenangan yang dapat langsung menjerakan ASN pelanggar aturan perundang-undangan.

Waluyo mengungkapkan, saat ini kewenangan KASN seperti dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, tidak bisa memberikan sanksi kepada ASN yang melanggar ketentuan.

"Kewenangan KASN saat ini adalah memberikan rekomendasi kepada instansi di pemerintah daerah kalau ada pelanggaran atas proses atau prosedur yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujar dia di Jakarta, Kamis (12/1).

Pasal 32 UU Nomor 5 2014 menyebutkan salah satu kewenangan KASN, yakni mengawasi proses pengisian jabatan pimpinan tinggi dari awal hingga akhir. Juga, berwenang mengawasi dan mengevaluasi penerapan asas, nilai dasar serta kode etik, dan kode perilaku pegawai ASN.

Hasil pengawasan tersebut kemudian disampaikan kepada instansi pembina kepegawaian dan itu wajib ditindaklanjuti. Kalau tidak ditindaklanjuti, Pasal 33 menyebut KASN dapat melapor kepada Presiden. Namun, KASN hanya sebatas mengajukan rekomendasi terkait sanksi yang layak diberikan.

Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan juga mengatakan, penguatan lembaga pengawasan ASN menjadi solusi alternatif untuk mengawasi profesionalisme ASN. "Perkuat Institusi yang sudah ada, termasuk KASN ini," kata dia.

Ade menyebut berbagai bentuk tindakan korupsi yang dilakukan aparat birokrasi sebetulnya terjadi karena ada tekanan dari atasannya. Ini menjadi faktor utama mengapa korupsi di tingkat birokrasi selalu ada.

Ade menjelaskan, ada faktor internal yang membuat adanya korupsi di birokrasi. Misalnya, dengan melakukan pemerasan, memanipulasi tender, ataupun dengan membuat kegiatan fiktif.

Lewat cara itulah, seorang oknum di birokrasi bisa mendapat pendapatan lain melalui adanya pembayaran transportasi, hotel, dan uang saku. "Mencari rente lewat hotel, uang saku, dan transpor. Ini bisa dengan mudah disiasati," tutur dia Ade.

Namun, faktor internal tersebut bukan menjadi yang utama. Menurut Ade, ada faktor utama yang menjadi alasan oknum di birokrasi melakukan korupsi, yaitu tekanan dari atasan.

"Supaya aman, harus terus melayani pejabat politik, misalnya, kepala daerah dan DPRD dengan cara memanipulasi tender atau mencarikan logistik untuk pejabat poltik tadi. Birokrasi dipaksa untuk melayani kekuasaan. Sebetulnya, ini sudah bukan cerita baru lagi," kata dia.

Ade juga mengatakan, jual-beli jabatan, seperti yang terjadi di Kabupaten Klaten, pun hanya satu dari sekian modus korupsi. Jual-beli jabatan juga tidak menjadi akhir dari korupsi, tapi justru bisa menjadi awal dari dari tindakan korupsi. 

"Kalau soal jual beli jabatan, bukan soal uang negara yang hilang, tapi bagaimana negara tidak mampu optimal melayani warganya. Jadi, bisa jadi dalam jangka panjang Indonesia menjadi negara gagal jika birokrasi ini tidak diselesaikan," ujar dia.      rep: Umar Mukhtar, ed: Hafidz Muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement