Kamis 12 Jan 2017 17:16 WIB

Ombudsman Terima 795 Pengaduan Dugaan Maladministrasi

Rep: umi nur fadhilah/ Red: Esthi Maharani
Ombudsman
Foto: Tahta Aidila/Republika
Ombudsman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman RI menerima 794 aduan dugaan maladministrasi di bidang pendidikan di seluruh Indonesia. "Berdasarkan data SIMPeL (Sistem Informasi dan Pelayanan Publik) per tanggal 4 Januari 2017, terdapat 794 pengaduan dugaan maladministrasi," kata Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Senayan, Jakarta, Kamis (12/1).

Ia merinci, dari 795 dugaan maladministrasi di sektor pendidikan, sebanyak 79 laporan berkaitan dengan penundaan berlarut, 81 laporan tentang memberikan pelayanan, 107 laporan tentang penyalahgunaan wewenang, 64 laporan tentang tidak patut, dua laporan tentang berpihak, 162 laporan tentang laporan penyimpangan prosedur, 33 laporan tentang tidak kompeten, 237 laporan tentang permintaan imbalan dan uang/jasa, 25 laporan tentang diskriminasi serta empat laporan tentang konflik kepentingan.

Amzulian mengatakan, terdapat sejumlah biaya pungutan yang dibebankan pada pelayar. Seperti, iuran OSIS, biaya pengadaan soal UAS/UTS, biaya pembangunan, biaya PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), serta biaya untuk LKS, les, komputer.

Selain itu, pungutan juga terjadi untuk biaya perpisahan sekolah, biaya seragam, infak, biaya pendalaman materi dan biaya ekstrakulikuler.

Sekolah juga membebankan biaya terkait kegiatan pentas seni, pembiayaan kegiatan operasional sekolah, biaya pindah sekolah, study tour, biaya sarpras, iuran bulanan sekolah dan biaya daftar ulang.

Ia mencontohkan, salah satu kasus pungli yang terjadi di sebuah SMA negeri di Kota Medan, Sumatra Utara, yakni dugaan pungutan uang pembangunan perpustakaan berkisar Rp 1 juta hingga Rp 2 juta. Setelah ada pertemuan antara kepala sekolah dengan Ombudsman setempat, rencana pungutan tersebut dibatalkan.

"Tanggung jawab pendidikan bukan hanya oleh pemerintah, tetapi juga orang tua dan masyarakat. Ada saja orang tua atau masyarakat yang ingin berkontribusi lebih kepada pendidikan," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement